Baca Selengkapnya: Cara Membuat Marquee (Tulisan Berjalan) Pada Address Bar http://bisikan.com/cara-membuat-marquee-tulisan-berjalan-pada-address-bar#ixzz36o6dOwY5

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 25 Februari 2014

Sosiologi Karl Marx

PELETAK FONDASI SOSIOLOGI
By: A. Bahrul Ulum

Penelusuran sejarah asal-usul atau perkembangan suatu bidang kajian ilmu atau cabangnya, biasanya akan terjebak pada pengambilan keputusan untuk menentukan siapa yang pertama kali membahas hal ini, dan pada akhirnya cenderung menonjolkan pelaku tertentu sebagai bapak pendiri dari suatu bentuk ilmu pengetahuan. Hal ini merupakan proses yang cukup membahayakan.[1] Oleh sebab itu, untuk menghindari pengkultusan terhadap seorang tokoh saja, dan tokoh-tokoh yang lain tersembunyikan, maka akan lebih baiknya jika kita membahas banyak tokoh yang berjasa dalam membangun sebuah fondasi dalam ilmu sosiologi. Berikut beberapa tokoh yang dipandang berjasa dalam membangun fondasi ilmu sosiologi:
A.  Karl Marx (1818-1883 M)
Nama lengkap beliau adalah Karl Heinrich Marx, dilahirkan di Trier, Prusia, Jerman pada tahun 1818 M. Ibunya berasal dari keluarga Rabbi Yahudi, sedangkan ayahnya berpendidikan sekuler dan berprofesi sebagai pengacara yang sukses. Ketika suasana politik tidak menguntungkan bagi pengacara Yahudi, ayah dan keluaranya berpindah agama menjadi pemeluk agama Protestan.[2]
Pada tahun 1841 M, Marx meraih gelar doktor fisafat dari Universitas Berlin, sewaktu menjadi mahasiswa Marx terpengaruh oleh ajaran Hegel.[3] Ia menikah pada tahun 1843 M dan hijrah ke Paris. Di Paris Marx berkawan dengan Friedrich Engels, dan dengan kawannya itulah Marx menyusun sebuah buku yang berjudul Manifesto Komunist pada tahun 1848. Di Paris, Marx juga banyak berkenalan dengan tokoh-tokoh pemikir sosialis, dan tokoh pemikir ekonomi politik Inggris seperti Adam Smith dan David Ricardo.
Setelah itu, Marx menjadi buronan politik, dan kemudian beliau dipenjara di London sampai meninggal dunia pada tahun 1883 M. Ia meninggalkan sebuah karya terbesarnya yang berjudul Das Kapital yang terbit pada tahun 1867 M. Berikut sedikit pembahasan mengenai pendapat-pendapat dari Marx:
1.    Materialisme Historis
Empat konsep penting dalam Materialisme Historis adalah:
1)   Means of Production (cara produksi)
Sesuatu yang digunakan untuk memproduksi kebutuhan materi.
2)   Relations of Production (hubungan produksi)
Hubungan cara masyarakat memproduksi dengan peranan sosial yang terbagi pada individu-individu dalam produksi.
3)   Mode of Production (kebiasaan produksi)
Kebiasaan produksi menurut Marx adalah unsur dasar suatu tahapan sejarah yang memperlihatkan bagaimana gerakan ekonomilah yang membentuk hubungan sosial. Menurutnya, ada lima kebiasaan produksi yang terdapat pada sepanjang sejarah hidup manusia, yaitu:
a.    Komunisme Primitif
b.    Masa Kuno
c.    Feodal (sistem penguasaan tanah/daerah/wilayah yang diantut oleh suatu masyarakat yang memiliki karakteristik hidup dengan corak yang dipengaruhi oleh sifat kebangsawanan).[4]
d.   Kapitalisme (sistem perekonomian yang berdasarkan hak milik individu atau golongan dari suatu kelas yang menekankan kebebasan dalam lapangan produksi, dimana alat-alat produksi berada pada kaum yang bermodal atau yang bersaham).[5]
e.    Komunisme (sistem politik ekonomi, dimana alat-alat produksi menjadi milik umum).[6]
4)   Force of Production (kekuatan produksi)
Kapasitas (isi) dalam benda dan orang yang digunakan untuk tujuan produksi.
Perubahan sosial akan terjadi dikarenakan adanya cara produksi, karena cara produksi berubah maka akan memunculkan kontradiksi (pertentanan) antara cara produksi dengan hubungan produksi. Jika hubungan produksi telah rusak maka dibutuhkan rekontruksi (pembangunan ulang) terhadap hubungan produksi baru yang pada akhirnya akan merubah mode (kebiasaan) produksi. Dan kekuatan produksi dapat diukur dengan mengukur banyaknya prodak dari hasil produksi dengan sedikitnya modal dan tenaga kerja yang dibutuhkan, dan produsen mendapatkan banyak konsumen prodaknya secara konsisten.
2.    Teori Alienasi (keterasingan)
Yang membedakan manusia dengan makhluk lain menurut Marx adalah manusia dapat bekerja dan menghasilkan produk. Namun, Marx juga menemukan sebuah fakta sederhana mengenai manusia, bahwasannyayang dicari manusia dalam hidupnya yang pertama adalah makan, minum, tempat bernaung, dan pakaian. Jauh setelah memenuhi kebutuhan tersebut, maka manusia mulai mengejar pengetahuan mengenai apa itu politik, sains, seni, dan agama.[7]
Menurut Marx manusia mengalami alienasi dalam tiga hal:[8]
1)   Manusia teralienasi dari produk kerjanya sendiri
Contoh: Manusia menjadi pelayan mesin (manusia menyiapkan kebutuhan-kebutuhan mesin, dan mesin sebagai pelaku produksi utama. Bukan mesin yang menyiapkan kebutuhan manusia, dan manusia sebagai pelaku produksi utama).
2)   Manusia teralienasi dari dirinya sendiri
Manusia hidup dibawah keterpaksaan dikarenakan banyaknya tuntutan dalam bertahan hidup, sehingga manusia mau tidak dijadikan manusia, karena manusia ingin hidup. Sedangkan karakter yang dominan tertanam pada diri manusia jika sudah mengejar kebutuhan hidup adalah karakter biologis saja, yaitu: makan dan minum, istirahat, buang kotoran, bersih-bersih diri, dan berkembang biak. Dan manusia-manusia yang hidup seperti itu dinamai Marx sebagai hewan produksi.
3)   Manusia teralienasi dari sesamanya
Manusia terikat dengan pekerjaan, sehingga proses sosialisasi manusia terbatas, dan pada akhirnya manusia lebih cenderung berkumpul dengan manusia yang senasib.
Ciri-ciri munculnya alienasi:
1)   Tidak terkontrolnya jenis, kualitas, dan harga produk.
2)   Manusia yang mengikuti alat, dan bukan alat yang digerakkan manusia.
3)   Menjadi pasifnya gerak manusia jika tidak ditunjang oleh prodak-prodaknya sendiri.
3.    Teori perubahan social
Pada the communist manifesto Marx berpendapat bahwasannya sejarah dari semua masyarakat hingga saat ini adalah sejarah perjuangan kelas. Akar adanya perjuangan kelas adalah dikarenakan adanya pembagian kerja dan kepemilikan pribadi.
Penyakit yang muncul pada ranah sosial perindividu adalah penyakit “kesadaran palsu”, yaitu secara individu manusia sadar bahwa dirinya hidup, ada, dan membutuhkan kebutuhan–kebutuhan sebagai manusia agar tetap hidup. Akan tetapi, banyak manusia yang kurang sadar, bahwa dengan mengejar kebutuhan individu saja mereka tidak akan pernah lepas tuntas dari semua masalah kehidupan. Karena manusia tidak akan pernah merdeka jika tetap berprilaku seperti itu. “Kesadaran sejati” adalah ketika manusia sadar bahwa mereka hidup seperti itu tidak sendiri. Kemudian mereka berkomunikasi dengan sesama. Mereka membentuk sebuah organisasi, dan menyusun kekuatan, menyatukan ideologi, kemudian mereka bersama-sama berjuang untuk menyetarakan hak agar tidak terlalu terjadi ketimpangan dalam proses kehidupan.
4.    Agama sebagai candu masyarakat
Keadaan dari suatu masyarakat dengan budaya hidupnya, merupakan sebuah banguan yang istimewa (superstruktur) dari sejarah perkembangan hidup manusia, dan bangunan tersebut tidak mungkin berdiri dengan kuat tanpa memiliki bangunan dasar (infrastruktur) sebagai penopangnya.
Menurut Marx, Ideologi, Politik, dan Agama termasuk di dalam bangunan Superstruktur tersebut, dan dasar bangunannya (infrastrukturnya) adalah ekonomi. Pengalaman ayahnya yang berpindah agama dari Yahudi menjadi Protestan merupakan contoh aktual (baru dan sedang menarik perhatian umum) dan faktual (benar-benar ada) dari pengalaman Marx yang berkaitan dengan agama dan ekonomi.
Jadi, menurut Marx hanya karena faktor perekonomianlah yang menyebabkan manusia beragama, sehingga agama hanyalah dijadikan sebagai salah satu alat ataupun strategi untuk melanggengkan kemapanan ekonomi manusia. Sehingga Marx berpendapat bahwasannya agama adalah candu masyarakat,[9] dikarenakan karena doktrin-doktrin agamalah masyarakat mudah terbuai, dan hidup dalam imajinasi mimpi yang khayal dan belum tentu ada, sehingga karena keterbuaian yang dihasilkan oleh agama yang diraskan oleh orang yang beragama, yang melatar belakangi Marx untuk menyamakan agama dengan candu, karena sama-sama membuat manusia lupa akan kepentingan dirinya dalam hidup.


[1] Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 23.
[2] Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 23.
[3] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 123.
[4] Pius A. Partanto dan Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Aekola, 2001), hal.175.
[5] Ibid., hal. 305.
[6] Ibid., hal. 356.
[7] Daniel L. Pals, Tujuh Teori Agama Paling Komperhensif, terj. Inyiak Ridwan Muzir (Jogjakarta: IRCiSoD, 2012), hal. 179.
[8] D. McLellan, Karl Marx: His Life and Thought (London: Mac Millan, 1973), hal. 111.
[9] Listiono Santoso, dkk., Epistemologi Kiri (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hal.306.

0 komentar:

Posting Komentar