Baca Selengkapnya: Cara Membuat Marquee (Tulisan Berjalan) Pada Address Bar http://bisikan.com/cara-membuat-marquee-tulisan-berjalan-pada-address-bar#ixzz36o6dOwY5

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 19 Februari 2014

Anaximanes

1.         Anaximanes
Anaximanes hidup dari tahun 585-528 S.M.[1] anaximanes adalah murid dari dari Anaximander, yang secara subtansial pemahamannya mengenai asal muasal alam semesta ini tidak jauh berbeda dengan gurunya. Namun, perbedaan pendapat antara dirinya dengan gurunya hanyalah pada persoalan zat atau anasir dasar terciptanya alam semesta ini, dan bentuk dari bumi saja.
Anaximanes adalah tokoh terakhir dari tritunggal Milesian, dikarenakan pada tahun 494 SM kota Miletos diserang dan ditaklukkan oleh Persia. Karena itu, banyak ahli-ahli pikir lari dari Miletos. Dengan kepergian para filsuf tersebut, maka lenyaplah sudah kebesaran Miletos sebagai pusat pengajaran filosofi alam.[2]
Anaximanes adalah murid dari Anaximander, yang secara subtansial, pemahaman Anaximanes tentang alam ini tidak terlalu berbeda dengan gurunya. Anaximander mengajarkan bahwasannya asal dari alam ini satu dan tidak terhingga. Hanya saja, Anaximanes tidak dapat menerima ajaran gurunya bahwa yang asal tersebut tidak ada persamaannya dengan barang yang lahir dan tidak dapat dirupakan. Bagi Anaximanes, yang asal itu mestilah yang satu dari yang ada dan yang tampak.[3]
Anaximanes berpendapat bahwa materi pertama yang diciptakan adalah udara dan dari udara tersebutlah terjadi apa yang ada dalam alam ini.[4] Udara itulah yang satu dan tidak berhingga. Pandangan Anaximanes megenai yang asal dapat dikatakan sebagai sebuah pandangan yang terpengaruhi oleh pandangan Thales, dikarenakan Anaximanes dan Thales sama-sama berpendapat bahwasannya yang asal itu mestilah yang satu dan yang kelihatan. Sedangkan Thales adalah guru dari Anaximender, dan Anaximander adalah guru dari Anaximanes, dan dapat diperkirakan juga bahwasannya Anaximanes pernah bertemu dengan Thales, dikarenakan Thales meninggal pada tahun 548 SM sedangkan Anaximanes dilahirkan pada tahun 585 SM, sehingga dapat disimpulkan bahwasannya Thales maninggal ketika Anaximanes berumur 37 tahun. Sehingga prosesntase pertemuan antara dua tokoh tersebut sangatlah besar, dikarenakan mereka bermukim di kota yang sama yakni Miletos.
Pandangan Anaximanes yang menyatakan bahwa materi pertama yang diciptakan adalah udara dan dari udara tersebutlah terjadi apa yang ada dalam alam ini didasarkan atas alasan-alasan sebagai berikut:
1.    Suatu kenyataan bahwasannya udara tersebut terletak di mana-mana. Dunia ini diliputi oleh udara, tidak ada satu ruangan pun yang tidak terdapat udara di dalamnya. Oleh karena itu, udara itu tidak ada habis-habisnya, tidak berkesudahan dan berkeputusan.
2.    Suatu keistimewaan dari udara ialah ia senantiasa bergerak. Oleh karena itu, udara memegang peranan penting dalam berbagai rencana kejadian dan perubahan dalam alam ini.
3.    Udara adalah unsur kehidupan. Udara adalah dasar hidup. Tidak ada sesuatupun yang hidup tanpa udara. Oleh karena itu, Anaximanes dapat menerima ajaran gurunya bahwasannya “jiwa itu serupa dengan udara”. Sebagai kesimpulan atas ajarannya, ia mengatakan, “sebagaimana jiwa kita, yang tidak lain daripada udara, menyatukan tubuh kita, demikian pula udara mengikat dunia ini menjadi satu, dan menjaga agar tubuh tidak bercerai berai. Kalau jiwa keluar dari badan, badan menjadi mati, hancur dan bercerai-berai bagian-bagiannya. Juga alam besar ini ada karena udara, udaralah yang menjadi dasar hidupnya, jika tidak ada udara hancrlah alam ini. Dengan demikian, alam (makro kosmos) dan manusia (mikro kosmos) itu pada dasarnya satu rupa.”[5]
Dari isi argument ke tiga tersebut dapat kita ketahui bahwasannya untuk pertama kalinya pengertian jiwa masuk ke dalam pandangan filosofi, dan Anaximaneslah pencetusnya. Hanya saja Anaximanes tidak melanjutkan pikirannya kepada soal penghidupan jiwa. Dikarenakan soal tersebut terletak diluar garis filosofi alam, yang mencari sebab penghabisan daripada alam ini. Soal jiwa yang mengenai alam kecil, perasaan manusia yang hidup dalam pergaulan, baru kemudian menjadi masalah yang penting bagi pemikiran filosofis semenjak Aristoteles memulai mengupasnya. Dengan itu dihidupkannya cabang ilmu baru, yang kemudian diberi nama psikologi.
Menurut Anaximanes, udara itu merupakan benda atau materi. Tetapi, walaupun dasar dari segala kehidupan yang berbentuk materi, Anaximanes tetap membedakan antara yang hidup dengan yang mati. Menurutnya, yang mati adalah yang tidak memiliki jiwa, badan mati, karena menghembuskan jiwa keluar. Jadi, menurutnya letak jiwa adalah bersatu dengan materi yang hidup. Dalam hal ini, pendapat Anaximanes berbeda dengan pendapat Thales yang berpendapat bahwasannya benda mati jga berjiwa. Anximanes terlepas dari pandangan animism.[6]
Kemudian, muncul sebuah pertanyaan kepada Aaximanes, jika ada yang hidup dan yang mati, yang hidup adalah yang berjiwa, di mana letak jiwa dari materi yang telah mati? Menurut Anaximanes, “keadaan udara murni, yang bersih dan halus tidak akan musnah dan tidak menerima kerusakan, begitupun juga dengan jiwa. Sedangkan, udara yang kotor adalah yang kasar, kotor dan dapat rusak. Apa yang ada di atas udara juga termasuk alam yang bersih. Itulah sebuah alam dimana jiwa berada. Dan di bawah alam yang bersih tersebut ada alam jasmani, alam yang bersifat materi, yang kotor, dan bisa musnah. Udara menjadi asal muasal segala yang ada, di alam yang bersih maupun di alam yang kotor. Jiwa yang tercipta dari udara yang bersih, ditempatkan pada materi yang kotor yang tercipta dari udara yang kotor, hanya sebagai bentuk dari gerak proses penyucian dari materi yang kotor tersebut agar semuanya dapat kembali menjadi yang bersih. Jika jiwa tersebut lepas dari materi, maka jiwa tersebut kembali kepada alam dimana mereka berasal, yaitu alam yang bersih, yang terletak di atas alam yang kotor, yang tercipta dari udara yang bersih.[7]
Anaximanes mengemukakan suatu soal baru, yang belum didapat pada Thales dan Anaximander. Ketiga-tiganya berpendapat, “Bahwa ada yang menjadi pokok segalanya”. Namun, Anaximanes maju selangkah lagi dengan menanyakan: “Gerakan apakah yang menjadi sebab terjadinya alam yang lahir yang banyak ragam dan macam itu daripada barang asal yang satu itu?”
Sebagai ahli ilmu alam, Anaximanes menjawab dengan melandasi jawaban-jawabannya dari pengalaman-pengalaman yang ia peroleh. Ia menjawab, Semuanya terjadi dari udara. Kalau udara diam saja, sudah tentu tidak akan terjadi banyak kelahiran tersebut dengan berbagai macam dan ragam. Sebab itu, gerak udaralah yang menjadi sebab jadinya. Udara bisa jarang dan padat. Kalau udara menjadi jarang, terjadilah api. Kalau udara berkumpul menjadi rapat, terjadilah angin dan awan. Bertambah padat seikit lagi, turun hujan dari awan tersebut. Dari air terjadi tanah. Dan tanah yang sangat padat menjadi batu.
Matahari, bulan dan bintang itu dilahirkan oleh bumi. Uap yan keluar dari bumi naik ke atas. Di atas ini menjadi jarang, dan sebab itu menjadi api. Api menyala menjadi matahari, bulan dan bintang. Tetapi di antara bintang-bintang tersebut ada juga yang semacam bumi (tanah). Bintang-bintang beredar, tetapi tidak mengelilingi bumi, dari atas ke bawah dan kembali ke atas lagi, melainkan berkeliling di atas bumi, seperti “topi berputar di atas kepala”. Hilang timbulnya bintang itu disebabkan jauh dan dekat edarannya. Kalau ia tidak terlihat, itu tanda bahwa ia jauh dari kita.[8]
Mengenai bentuk alam ini, Anaximanes berpendapat seperti orang-orang pada zamannya bahwasannya alam ini berbentuk seperti meja bundar. Dan di bawahnya di tupang oleh udara. Udara yang mengangkatnya itu, tidak memiliki ruang untuk bergerak dan bersebar, sebab itu tetap duduknya. Dan oleh karena itu, bumi ini tetap pada tempatnya. Dan langit melindungi bumi, seperti sebuah caping (topi petani yang digunakan untuk pergi ke sawah, yang terbuat dari bambu tipis yang disusun rapi, dan berbentuk kerucut).
Di zaman antic, Anaximanes lebih dihormati dari pada Anaximander, meskipun hampir seluruh dunia modern memberikan penilaian yang sebaliknya. Ia memberikan banyak pengaruh penting terhadap Pythagoras dan banyak peikir-pemikir spekulatif selanjutnya. Kaum Pythagorean sudah berpendapat bahwa bumi berbentuk seperti bola, namun kaum atomis tetap menganut pandangan Anaximanes bahwa bumi berbentuk seperti meja bundar.[9]
Mazhab Milesian (Thales, Anaximander, dan Anaximanes) penting dikaji bukan karena apa yang mereka capai, namun karena apa yang mereka upayakan. Dari pandangan-pandangan dan hasil pemikiran filosof-filosof tersebut, seminimalisirnya dapat kita ambil kesimpulan sebagai berikut:
1.    Alam semesta ini merupakan suatu keseluruhan yang mempunyai dasar atas asal yang satu, walaupun mereka tidak sepakat mengenai yang satu, yang menjadi dasar dari alam semesta ini.
2.    Alam semesta ini dikuasai oleh hukum, kejadian-kejadian dalam alam semesta ini tidak terjadi secara kebetulan, tetapi ada semacam keharusan dibelakang kejadian-kejadian tersebut.
3.    Akibatnya, alam semesta ini merupakan kosmos dalam arti yang teratur, sebagai lawan dari chaos dalam arti yang kacau balau.
4.    Pemikiran-pemikiran filsuf tersebut muncul dikarenakan terjadi kontak antara pemikir Yunani, dengan Babilonia dan Mesir.
5.    Pemikiran-pemikiran spekulatif dari Thales, Anaximander, dan Anaximanes bisa di anggap sebagai hipotesa-hipotesa ilmiah, dikarenakan pemikiran mereka hampir tidak pernah mereka bangun dari ajaran-ajaran Olympian, tidak juga tercampur hasrat-hasrat antropomorfis, dan tidak juga tercampur dengan ide-ide moral yang mereka usung.


[1] Ibid.,Hatta, Alam Pikiran,,,hal. 12. Akan tetapi, mengenai kapan masa hidup Anaximanes secara pasti,,,penulis belum menemukan data yang akurat. Dikarenkan masih banyaknya perbedaan pendapat mengenai hal tersebut. Sebagai contoh: Atang abdul hakim menuliskan bahwa Anaximanes hidup pada tahun 585-524 SM, lihat di: Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofilosofi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hal. 154. Kemudian, Bertrand Russell malah tidak menyebutkan kapan naximane hidup, namun beliau memberikan ciri-ciri bahwasannya yang jelas Anaximanes muncul sesudah Anaximander, dan dia sudah dewasa sebelum tahun 494 SM. Lihat di: Bertrand Russell, terj., Sigit Jatmiko, dkk., Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hal. 36.
[2] Ibid
[3] Ibid., Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, ..., hal. 155.
[4] Ibid., Syahrastani, Al Milal wa Al Nihal, …, hal. 61.
[5] Ibid., Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, ..., hal. 155.
[6] Ibid.,Hatta, Alam Pikiran,,,hal. 13.
[7] Ibid., Syahrastani, Al Milal wa Al Nihal, …, hal. 61.
[8] Ibid.,Hatta, Alam Pikiran,,,hal. 14.
[9] Ibid., Bertrand Russell, terj., Sigit Jatmiko, dkk., …, hal. 36.

0 komentar:

Posting Komentar