PELETAK
FONDASI SOSIOLOGI
By:
A. Bahrul Ulum
Penelusuran
sejarah asal-usul atau perkembangan suatu bidang kajian ilmu atau cabangnya,
biasanya akan terjebak pada pengambilan keputusan untuk menentukan siapa yang
pertama kali membahas hal ini, dan pada akhirnya cenderung menonjolkan pelaku
tertentu sebagai bapak pendiri dari suatu bentuk ilmu pengetahuan. Hal ini
merupakan proses yang cukup membahayakan.[1]
Oleh sebab itu, untuk menghindari pengkultusan terhadap seorang tokoh saja, dan
tokoh-tokoh yang lain tersembunyikan, maka akan lebih baiknya jika kita
membahas banyak tokoh yang berjasa dalam membangun sebuah fondasi dalam ilmu
sosiologi. Berikut beberapa tokoh yang dipandang berjasa dalam membangun
fondasi ilmu sosiologi:
A. Auguste Comte (1798-1857 M)
Auguste Comte lahir di Montpelier,
Prancis, pada tanggal 19 Januari 1798. Beliau terlahir dari keluarga kelas
menengah, ayahnya bekerja sebagai petugas resmi pengumpul pajak lokal. Auguste
Comte adalah seorang mahasiswa yang cerdas, walaupun dia tidak pernah mendapatkan
ijazah sarjana, karena ia dan seluruh mahasiswa seangkatannya dari Ecole
Polytechnique (Nama Perguruan Tinggi) dikeluarkan, karena gagasan politik dan
pembangkangan mereka.
Auguste Comte dikatakan cerdas
karena dia memiliki ingatan yang sangat kuat, sehingga dia dapat menggambarkan
seluruh buku yang telah ia baca (walaupun cuman satu kali) tanpa melihat
catatan sedikitpun. Auguste Comte juga memiliki kekuatan konsentrasi yang
sangat baik, dia bekerja sebagai asisten pengajar pada tahun 1832 di Ecole
Polytechnique dan ia mendapatkan pekerjaan tambahan sebagai penguji ujian masuk
pada perguruan tinggi tersebut pada tahun 1837.
Auguste Comte memiliki dua karya
besar yang melambungkan namanya, berikut penjelasan mengenai karya Comte:
1. Dua jilid buku yang berjudul Cours
de Philosophie Positive, jilid pertama terbit pada tahun 1830, dan jilid
kedua terbit pada tahun 1842, pada buku tersebut dijelaskan oleh Comte bahwa
sosiologi merupakan ilmu tertinggi.
2. Empat jilid buku yang berjudul Systeme
de Politique Positive, karya tersebut berisi penawaran Comte mengenai
rencana reorganisasi masyarakat, dan karya tersebut beliau selesaikan pada
tahun 1851.
Auguste Comte mempercayai
bahwasannya pada akhirnya nanti, dunia akan dipimpin oleh sosiolog-pendeta, dia
berpendapat seperti itu karena dia juga sangat dipengaruhi oleh latar belakang
kekatolikannya, yang pada akhirnya, Comte juga memiliki banyak penganut dari
ajarannya di negara yang menjadi tempat kelahirannya yaitu Prancis, maupun
Negara-negara lainnya. Auguste Comte meninggal pada tanggal 5 September 1857.
Comte adalah orang pertama yang
menggunakan istilah sosiologi. Ia berpendapat bahwasannya evolusi alamiah
masyarakatlah yang akan menimbulkan perbaikan pada semua lini masyarakat, bukan
dengan melakukan perubahan-perubahan revolusioner dengan menggunakan strategi
reformasi sosial saja, karena menurut Comte reformasi social hanya berfungsi
sebagai penunjang terhadap terjadinya perubahan sosial, inti kekuatan penggerak
dari perubahan masyarakat tersebut adalah ada pada evolusi sosial.
Selanjutnya, untuk menunjang gagasan
tersebut, Comte mencetuskan sebuah teori yang dinamai dengan teori evolusi
social-Comte atau Hukum Tiga Tahap. Menurutnya, sepanjang sejarah hidup
manusia, manusia hidup dengan melalui tiga tingkat perjalanan intelektualnya,[2]
yaitu:
1. Tahap Teologis, merupakan sebuah
ciri dunia pada masa sebelum tahun 1300 M. Menurut Comte, ciri-ciri dari tahap
ini adalah masyarak hidup dengan menitikberatkan idenya pada
kepercayaan-kepercayaan bahwasannya kekuatan supranatural dan figur-figur
religious (Tuhan) yang berwujud manusia, menjadi akar dari segalanya. Secara
khusus, beliau mengatakan bahwasanya dunia social, dan dunia fisik merupakan
dua hal yang diciptakan oleh Tuhan.
2. Tahap Metafisis, yang kira-kira
berlangsung antara tahun 1300 M -1800 M. Ciri-ciri dari tahap ini adalah,
bahwasannya manusia hidup dengan menitikberatkan idenya pada
kepercayaan-kepercayaan terhadap alam, bukan Tuhan. Tuhan tidak diyakni dapat
menjelaskan segalanya, namun alamlah yang dapat menjelaskan segalanya oleh
mayoritas manusia.
3. Tahap Positivistik, yang baru
dikenal oleh dunia pada tahun 1800 M – sampai saat ini. Ciri-ciri dari tahap
ini adalah, bahwasannya manusia sudah tidak mencari sebab utama dari adanya
alam semesta ini, tidak juga mencari siapa yang telah menciptakannya. Namun,
manusia lebih memilih untuk meneliti dari alam itu sendiri, dan mengembangkan
penemuan-penemuan dari penelitiannya, dengan tujuan untuk mempermudah proses
perjalan kehidupan manusia.
Jadi, menurut Comte, jika masyarakat
ingin merubah kondisi kehidupan mereka, maka masyarakat harus berjuang untuk
melepaskan diri dari tahap intelektual Teologis dan Metafisis,
menuju tahap intelektual baru, yaitu Positivistis. Karena menurut
beliau, kekacauan intelektuallah yang menyebabkan kekacauan sosial. Jadi,
proses awal dari perjuangan untuk mengatasi kekacauan sosial, adalah dengan
merubah pandangan intelektual, kemudian baru manusia dapat menambahkan kekuatan-kekuatan
lain seperti revolusi politik, dll, sebagai penunjangnya.[3]
Auguste Comte juga berpendapat
bahwasannya ilmu sosiologi harus dibagun atas dasar observasi dan klasifikasi
yang sistematis, bukan pada penguasaan yang spekulatif (untung-untungan).[4]
Kemudian muncul pertanyaan, bagaimana melakukan observasi yang baik?
Jika kita ingin mengetahui mengenai
teknik dasar observasi ilmiah yang baik, maka kita harus mengetahui dahulu
mengenai apa itu pengetahuan dan apa itu ilmu pengetahuan.
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah semua yang
diketahui.[5]
Dan mengetahui adalah sebuah kondisi atau keadaan dimana benak (akal) kita ini
dapat mengalirkan diskripsi-diskripsi tentang apapun, tidak hanya dalam hal
ilmu pengetahuan, namun juga dalam hal kehidupan.[6]
2. Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan
yang didasarkan pada bukti yang dapat diuji, yang dimaksud dengan bukti adalah
pengamatan factual yang dapat dilihat, ditimbang, dihitung, dan diperiksa
ketelitiannya oleh para pengamat yang lainnya.
Metode observasi (pengamatan) ilmiah
yang baik adalah:
a. Merumuskan
masalah (kita membutuhkan
suatu masalah yang bermanfaat untuk diteliti dan yang dapat diselidiki melalui
metode ilmiah).
b. Meninjau
kepustakaan (mensurvei
sebagian ataupun semua (itu lebih baik) penelitian yang telah dilakukan
mengenai masalah yang ingin anda teliti).
c. Merumuskan
hipotesis (hipotesis
bermakna dugaan sementara; pegangan dasar; dasar pendapat).
d. Merencanakan
desain penelitian
(langkah 1) uraikanlah apa yang perlu ditelaah, 2) data apa yang perlu dicari,
di mana, mengumpulkan, mengelolah, dan menganalisisnya).
e. Mengumpulkan
data (proses pengumpulan data haruslah
sistemimatis sesuai dengan perencanaan desain penelitian anda).
f. Menganalisis data (objektifitas sangat berpengaruh
penting dalam tahap ini).
g. Menarik
kesimpulan (apakah
hipotesis awal dapat diterima atau ditolak? Apakah hasilnya tidak meyakinkan?
Apakah penelitian tersebut menambah pengetahuan kita? Apakah ada nilai positif
dari hasil implikasi (pelibatan) penelitian kita terhadap masyarakat? Adakah
soal-soal ataupun saran-saran baru yang muncul dari penelitian ini untuk
penelitian lebih lanjut? Usahakan soal-soal tersebut terjawab dalam menarik
sebuah kesimpulan).
h. Mengulang
penelaahan (penemuan
penelitian barulah kokoh jika telah melaui pengulangan berkali-kali, dengan
sampel yang berbeda. Dan ada peneliti lain yang juga meneliti mengenai hal yang
sama, dan ditemukan hasil yang sama antara dua peneliti atauapun banyak
peneliti tersebut).
Kriteria observasi (pengamatan)
ilmiah yang baik adalah:
a. Observasi
ilmiah haruslah cermat
(dikatakan cermat apabila dalam mengambil bukti-bukti adalah sesuai adanya, dan
tidak tergesa-gesa dalam menarik kesimpulan dalam mengamati).
b. Observasi
ilmiah haruslah tepat (yang
harus digaris bawahi mengenai ketepatan ini adalah dalam hal pemakain
ukuran-ukuran, sasaran dalam mencari sebuah bukti, kesesuaian bukti dengan
masalah-masalah yang sedang diobservasi, dan hindari penulisan laporan yang
berlebihan, seperti sebuah karya sastra yang kebanyakan menggunakan bahasa yang
mendayu-dayu).
c. Observasi
ilmiah haruslah sistematis (secara
bahasa sistematis bermakna teratur sesuai urut-urutan. Maksudnya bagaimana?
Jika kita mau meneliti, hendaknya kan kita membuat program dahulu, dan program
tersebut haruslah terorganisir dengan baik, dan dalam pelaksanaan
program-program tersebutlah kita diharuskan untuk teratur).
d. Observasi
ilmiah harus dicatat
(terutama jika berhubungan dengan data, maupun pemrograman langkah-langkah
kerja).
e. Observasi
ilmiah haruslah objektif
(objektifitas dalam penelitian bermakna kesanggupan melihat dan menerima fakta
sebagaimana adanya, bukan sebagaimana diharapkan terjadi. Objektifitas
merupakan syarat terpenting dalam suatu penelitian. Ada 2 penyakit dari
kekurangobjektifan manusia dalam meneliti sebagaimana dikatakan oleh Paul
B.Harton dan Hunt sebagai penyakit kecenderungan. Dan kecenderungan itu
disebabkan oleh kebiasaan. Dan penyakit persepsi selektif yaitu
kecenderungan untuk hanya melihat, mendengar, maupun merasakan fakta yang
menunjang keyakinan kita, dan mengabaikan yang lainnya. Solusi terbaik untuk
melaksanakan tindakan-tindakan objektif dalam meneliti, bagi peneliti pemula
adalah dengan memiliki partner-partner dalam meneliti).
f. Observasi ilmiah dilakukan oleh para pengamat
yang terlatih
(pengamat dikatakan tidak terlatih jika dia tidak tanggap dalam menentukan langkah
dalam pencarian, pengumpulan, maupun penyimpulan).
g. Observasi
ilmiah haruslah dilaksanakan dibawah kondisi yang terkendali (pengendalian kondisi erat
hubungannya dengan variable. Variable adalah sasuatu yang berubah-ubah dari
kasus ke kasus. Kita bisa melakukan penelitian ilmiah jika kita dapat
mengendalikan semua variable kecuali satu. Karena, perubahan dari satu variable
itulah yang mempengaruhi kita dalam mengambil sebuah kesimpulan. Dan ketidak
mampuan untuk mengendalikan semua variable merupakan sebuah kesalahan umum yang
sering terjadi sehingga menyebabkan kegagalan dalam pelaksanaan penelitian.
Contoh: kita meneliti kuaitas buah terhadap tanaman yang dipupuk. Maka kita
harus menyamakan semua veriabel dulu, mulai dari kualitas tanah, tanaman, umur
tanaman yang dibandingkan, lokasi penanaman (cahaya matahari, suhu, air,
kelembaban), dll. Namun kita tidak perlu mengontrol variable dari pupuk. Karena
gerak dari varibel pupuk itulah yang mempengaruhi pengambilan kesimpulan.
Kesimpulannya adalah, sumbangsih
terbesar dari Comte terhadap sosiologi adalah pembangunannya terhadap sistem
teoritisi baru yang sebelumnya telah digunakan oleh pendahulu-pendahulunya,
salah satunya adalah gurunya yang bernama Claude Henri Saint-Simon (1760-1825),
seabagai sistem teoritisi yang cukup untuk membangun awal sosiologi itu sendiri
sebagai pengetahuan yang mandiri yang pada saat ini sangat dapat kita rasakan
dampaknya bagi kehidupan manusia di bumi ini. Dan Comte juga pernah berpendapat
bahwsannya “semesta social bertanggung jawab atas perkembangan hukum yang
dapat diuji dengan pengumpulan data secara seksama,” dan “hukum-hukum
abstrak (tak berwujud) ini akan merujuk pada unsur dasar dari generic semesta
social tersebut dan akan memerlihatkan hubungan alamiah”.[7]
[1] Damsar, Pengantar Sosiologi
Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 23.
[2] Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad
Saebani, Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofilosofi, (Bandung:
Pustaka Setia, 2008), hal. 299.
[3] George Ritzer, dan Douglas J.
Goodman, Teori Sosiologi (Bantul, Kreasi Wacana, 2011), hal. 17.
[4] Paul B. Horton, dan Chester L.
Hunt, Sosiologi (Jakarta: Erlangga, 1993), hal 15.
[5] Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu
(Bandung: Rosda Karya, 2010), hal. 5.
[6] Abdurrahman bin Muhammad
al-Akhdari, Sullamul Munauraq fii Ilmil Mantiqi, terj. M. Fadli Said
an-Nadwi (Surabaya: Al-Hidayah, 2005), hal. 8.
[7] Ibid., George Ritzer, dan
Douglas J. Goodman, George Ritzer, dan Douglas J. Goodman, , , hal. 17.
0 komentar:
Posting Komentar