PENGETAHUAN TASAWWUF
By:
A. Bahrul Ulum
A. Maqamat
Maqamat
adalah suatu konsep dalam Ilmu Tasawuf yang digunakan oleh para peserta Tasawuf
(al-Mutasawwif) untuk mengukur keberadaan tingkat spiritualnya dari satu
maqam ke[ada maqam yang lebih tinggi tingkatannya. Istilah maqamat dan ahwal
tidak pernah ditemukan dalam kegiatan Tasawuf pada masa Sufi Salaf, tetapi inti
ajarannya sudah diamalkan oleh Sufi Sahabat sejak masa Rasulullah SAW. Istilah
tersebut, baru dikenal namanya pada masa perkembangan Tasawuf abad II H, yang
sebagian ahli Tasawuf mengatakan, bahwa istilah itu mulai dipopulerkan oleh Dhu
al-Nun al-Misri sebagai Sifi Sunni.[1]
Al-Saraj
al-Tusi mengatakan, ketika kita ditanya oleh orang lain tentang pengertian
maqamat, maka jawabanya adalah suatu kedudukan hamba di hadapan Tuhannya ketika
telah melakukan ibadah, mujahadah, riyadah, dan berkontemplasi.[2]
Hal ini, berdasarkan dengan tuntunan al-Qur'an surah Ibrahim ayat 14 dan surat
al-Saffat ayat 164.
Ada
beberapa peneliti tasawuf yang memperoleh data dari sufi yang diteliti, bahwa
tingkatan maqam itu ada seratus, dan ada pula yang mengatakan empat puluh, yang
disebut maqamat al-Arba'in. Kedua pendapat ini ternyata tidak membedakan
antara maqam dan hal, karena dipandang keduanya merupakan kondisi spiritual
hamba yang berfungsi untuk mengantarkan peserta Tasawuf untuk mencapai
tujuannya, misalnya pendapat Sahl bin 'Abdillah al-Tustari, Abu Talib al-Makki,
al-Junayd bin Muhammad, Abu 'Uthmah al-Naysaburi, Yahya bin Mu'az, Abu Sulayman
al-Darani dan 'Aun bin 'Abdillah.[3]
Tanjakan maqam yang begitu banyak, dengan menelan kesunguhan tenaga dan waktu
yang banyak pula, dapat diperoleh dengan latihan dhikir dan tafakkur (merenung),
yang jumlahnya banyak menurut penetapan masing-masing ahli tarekat.
Dari
beberapa penulis Tasawuf yang menetapkan sekian banyak jumlah tingkata maqamat,
maka kajian ini hanya menampilkan pendapat al-Saraj al-Tusi yang mengatakan
jumlah tingkatan maqamat hanya tujuh (al-maqamatu al-Sab'ah), sejalan
dengan pendapat A'la al-Dawlah al-Sammani yang mengatakan, bahwa bilangan tujuh
tingkatan maqam tersebut, sesuai dengan jumlah tujuh orang Nabi yang memiliki
kondisi spiritual yang sama dengan tingkatan maqam yang akan dikemukakan dalam
kajian ini, dengan tidak mengemukakan nama-nama Nabi yang dimaksud.
Tujuh
tingkatan maqam yang dimaksut oleh
al-Saraj al-Tusi, adalah taubat (al-Tawbah), meninggalkan hal-hal
yang syubhat (al-Wara'), meninggalkan pengaruh kesenangan dunia (al-Zuhud),
hidup dalam keadaan fakir (al-Fakru), sabar ( al-Sabru), rela
menerima ketentuan Allah (al-Rida), dan menyerahkan segala urusan kepada
Allah (al-Tawakkul).[4]
[1] Mahjiddin, Akhlak Tasawuf II, (Jakarta:
Kalam Mulia, 2010), h.209.
[2] As'ad al-Sahmarani, al-Tasawwuf
Manshauhu wa Mustalahatuhu, (Bayrut: Dar al-Nafais, ttd), h.115.
[3] Ibnu al-Qayyim al-Jawziyyah, Madarij
al-Salikin: Bayna Manazil Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in, (Bayrut: Dar
al-Kutub al-'Ilmiyyah, ttd), h.127-128.
[4] Husein Nasr, Tasawuf Dulu dan Sekarang, terj. Oleh Abd Hadi WM,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995), h.88.
Saya tidak akan mengomentari konten postingan, Mas. Tapi hanya ingin bersilaturrahim via blog ini. Salam kenal, ya. Monggo silaturrahim juga ke blog saya. Ditunggu kunjungan baliknya. Hehehe.
BalasHapusSyahwat Virtual
insyaallah,,,siap,,,makash ustd,,,,hehe
Hapus