LATAR
BELAKANG, DEFINISI, OBJEK PENELITIAN,
METODE
MEMPELAJARI, DAN FUNGSI MEPELAJARI FILSAFAT.
By:
A. Bachrul Ulum
A. LATAR
BELAKANG TIMBULNYA FILSAFAT
Apa yang
mendorong manusia berfilsafat? Kiranya akan ada dua jawaban dari pertanyaan
tersebut. Pertama, dongeng-dongeng dan takhayul dapat menimbulkan
filsafat (Tafsir, 2012: 14), karena diantara orang-orang yang ada, pasti ada
yang mudah percaya begitu saja terhadap dongeng maupun takhayul, sehingga
orang-orang mulai ragu, menayakan kembali, dan mengkritisi dari dongeng maupun
takhayul tersebut, Sartre mengatakan bahwa kesadaran pada manusia ialah
bertanya. Pada pertanyaan itulah manusia berada pada kesadaran yang
sebenar-benarnya (Beerling, 1966: 8).
Kedua,
keindahan dan fenomena-fenomena unik alam
raya, kita melihat langit biru begitu luas membentang, tanpa tau apakah langit
itu berujung? Dari bahan dasar apa dia diciptakan? Dengan apa dia diciptakan?
Untuk apa dia diciptakan? Siapa yang menciptakan? Apakah belum terlintas
pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam fikiran kita? Apakah kita memang makhluk
yang berfikir? Bagaimana kita dikatakan makhluk yang berfikir jika kita belum
memikirkan dari seluruh apa yang ada. Patrick mengatakan, manakala keheranan
mereka menjadi serius, dan penyelidikan mereka menjadi sistematis, mereka
menjadi filosof (Mulder, 1966: 44-45).
B. DEFINISI
FILSAFAT
Secara etimologi
(bahasa) filsafat berasal dari kata yunani, yaitu filosofia yang
merupakan gabungan dari kata filo yang memiliki arti cinta, dan Sofia
yang berarti kebijaksanaan (Poedjawijadna, 1997, 2). Namun, ada pula yang
mengatakan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah yang
pengertiannya dapat disejajarkan dengan kata hikmah yang bermakna bijaksana.
Maka pembatas makna nama dari filsafat adalah kecintaan akan kebijaksanaan.
Secara terminologi
(istilah) filsafat menurut plato adalah pengetahuan yang berminat mencari
pengetahuan asli, menurut Pythagoras (manusia yang mula-mula menggunakan kata
filsafat) adalah mencintai kegiatan perenungan tentang Tuhan, menurut al-farabi
adalah pengetahuan tentang hakikat alam wujud, menurut immanuel kant adalah
pengetahuan yang menjadi pokok pangkal segala pengetahuan yang didalamnya tercakup
empat persoalan yaitu: metafsisika, etika, agama, dan antropologi (ilmu tentang
kemanusiaan). Namun, menurut juhaya S. Pradja arti yang sangat formal dari
filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan
sikap yang dijujnjung tinggi. (Pradja, 2002: 2) maka dari itu, menurutnya sikap
falsafi yang baik adalah sikap yang kritis dalam mencari diiringi dengan sikap
toleran dan terbuka dalam melihat persoalan dengan berbagai sudut pandang dan
tanpa prasangka.
Para filsuf
memiliki definisi filsafat yang berbeda-beda, mengapa demikian? Dari beberapa
definisi yang dikemukakan pada paragraph sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
para ahli berbeda pendapat mengenai definisi filsafat adalah karena para ahli
memiliki pemahaman yang berbeda mengenai filsafat, pemakaian filsafat pada
objek pembahasan yang berbeda, berkembangnya pemakaian filsafat dari zaman ke
zaman, dan sulitnya para ahli memahami tentang filsafat secara universal dan
komperhensif.
Oleh sebab itu
Hatta menyatakan bahwa baiknya definisi filsafat tidak dibicarakan terlebih
dahulu, karena nantinya jika manusia telah banyak mempelajari filsafat maka dia
akan mengetahui dengan sendirinya mengenai definisi filsafat secara terminologi
menurut pemahamannya tersendiri yang diambil dari tambahan-tambahan makna baru
dari setiap pemahaman baru.
Namun, baiknya
kita mengetahui sifat-sifat yang seharusnya kita penuhi dalam berfilsafat dan
sifat-sifat tersebut kita jadikan pedoman dalam berfilsafat, yaitu pedoman yang
bersifat umum saja, dan pedoman yang kita gunakan tersebut juga merupakan
pedoman yang disepakati oleh banyak filsuf. Sifat apa yang seharusnya kita
jadikan pedoman dalam berfilsafat? Pertanyaan tersebut pernah dijawab oleh
Windelband yaitu filosofi sifatnya merentangkan pikiran sampai
sejauh-jauhnya tentang suatu keadaan atau hal yang nyata. Oleh sebab itu,
banyak manusia yang menyebut filosofi dengan sebutan berpikir merdeka tanpa
dibatasi kelanjutannya. (Hatta: 1980, 3)
C. OBJEK
PENELITIAN FILSAFAT
Pembahasan
mengenai objek pembahasan filsafat ini akan terbagi menjadi dua, yaitu mengenai
objek materia dan objek forma, objek materia adalah wujud yang dikaji, dan
objek forma dalah bentuk sifat pengkajian. Dari objek materianya, filsafat
mengkaji objek yang ada dan yang mungkin ada, jadi luas sekali. Dan dari objek
formanya, filsafat ingin mengkaji secara mendalam.
D. METODE
MEMPELAJARI FILSAFAT
Menurut Ahmad
tafsir ada tiga macam metode mempelajari filsafat, yakni: metode sistematis,
metode historis, dan metode kritis. (Tafsir, 2010: 20)
Metode
sistematis adalah model mempelajari dengan cara pelajar
menghadapi karya-karya filsafat. Misalnya, pelajar pertama kali akan
mempelajari filsafat pendidikan, beserta cabang-cabangnya. Kemudian mempelajari
filsafat nilai dan cabang-cabangnya. Pembahasan mengenai metode ini secara
jelas akan diperoleh dalam pembahasan sistematika filsafat. Dalam pembelajaran
menggunakan metode ini maka pelajar akan lebih fokus mempelajari pada isi
filsafat.
Metode
historis adalah mempelajari filsafat dengan
mengikuti sejarahnya, dimulai dari filsafat zaman klasik beserta tokoh-tokoh
dan teoroi-teorinya, kemudian zaman helenisme, zaman renaissan, zaman modern
dan zaman post modern.
Metode
kritis adalah model mempelajari dengan cara
berusaha menagkap pemgetahuan dari fenomena-fenomena alam yang terjadi,
kemudian menganalisanya dan mengkritiknya dengan menggunakan pendapat sendiri
maupun pendapat tokoh lain. Metode ini digunakan oleh para pelajar yang telah
intens mempelajari filsafat dan memiliki kekayaan akan teori-teori serta
memiliki pemahaman teori yang cukup baik.
Menurut Juhaya
S. Pradja metode mempelajari filsafat ada tiga, yaitu: metode deduksi,
metode induksi, dan metode dialektika. (Pradja, 2002: 14)
Metode
deduksi, yaitu suatu metode berpikir yang
menarik kesimpulan dari prinsip-prinsi umum kemudian diterapkan pada sesuatu
yang bersifat khusus. Contoh:
·
Premis Umum : Semua manusia mengalami kematian.
·
Premis Khusus : Budi adalah manusia.
·
Kesimpulan Khusus :
Budi akan mengalami kematian.
Metode
induksi, yaitu suatu metode berpikir dalam
menarik kesimpulan dari prinsip khusus kemudian diterapkan kepada sesuatu yang
bersifat umum. Contoh:
·
Premis Khusus : Andi, Fasih, dan Ita mengalami proses
kelahiran untuk hadir di dunia.
·
Premis Umum : Andi, Fasih, dan Ita adalah manusia.
·
Kesimpulan Umum :
Seluruh manusia mengalami proses kelahiran untuk hadir di dunia.
Metode
dialektika, yakni metode berpikir yang menarik
kesimpulan melalui tiga tahap, yaitu tesis (pendapat), antitesis
(lawan pendapat), dan sintesis (penggabungan pendapat).
E. FUNGSI
MEPELAJARI FILSAFAT
Manusia bergerak,
apa yang menjadi dasar alasan manusia bergerak? Ada yang menjawab keinginan/kebutuhan
fisiknya, ada yang menjawab tujuan hidupnya, ada yang menjawab keyakinan
hidupnya, ada yang menjawab kebahagiaan dirinya. Namun jika kita benar-benar
berfikir secara dalam maka kita akan menemukan bahwa dalam semua geraknya
manusia membutuhkan pengetahuan jika manusia bertujuan/berkeinginan, tidak
perduli apapun alasan/tujuannya dalam bergerak, manusia pasti membutuhkan
pengetahuan akan apa saja yang akan dia kerjakan. Kemudian dengan alasan
bergeraknya, manusia memilih pengetahuan yang akan dia kerjakan untuk mencapai
tujuan dari alasan tersebut. Sehingga permasalahan dasar kekacauan sosial dalam
suatu komunitas masyarakat adalah karena masalah pengetahuan dari masyarakat
tesebut dan pilihan untuk merealisasikannya.
Kemudian timbul
pertanyaan lagi, mengapa manusia dapat mengatahui? Jawabnya karena manusia
berfikir, mengapa manusia dapat berfikir? Karena manusia memiliki akal, disini
dapat kita pahami bahwa manusia butuh akan pengetahuan untuk pengoptimalan
pemakaian akal manusia, dan pengetahuan tersebut adalah pengetahuan filsafat. Minimal
manusia berfilsafat agar manusia tahu akan dirinya (asal, sifat, dan tujuan),
bagaimana cara menuju apa yang mereka inginkan, dan bagaimana meyikapi fenomena
alam dan sosial yang melibatkan mereka, sehingga muncullah yang dinamakan
kebijaksanaan jika manusia tersebut memang memiliki keinginan ingin menjadi
makhluk yang bijaksana.
Maka dari itu
ahmad tafsir meneyebutkan bahwa ada dua kekuatan yang mewarnai dunia, yaitu
akal dan hati (fikiran dan iman), dan dunia akan merasakan kedamaian jika ada
keadialan dalam menggunakan dua kekuatan tersebut.
Setidaknya selain
alasan yang dikemukakan dalam paragraph sebelumnya, menurut ahmad tafsir ada
empat fungsi manusia mempelajari filsafat, yaitu: agar terlatih berfikir
serius, agar mampu memahami filsafat, agar menjadi filsuf, dan agar menjadi
warga Negara yang baik (tafsir, 2012: 19).
0 komentar:
Posting Komentar