Baca Selengkapnya: Cara Membuat Marquee (Tulisan Berjalan) Pada Address Bar http://bisikan.com/cara-membuat-marquee-tulisan-berjalan-pada-address-bar#ixzz36o6dOwY5

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 17 Agustus 2015

Rekonstruksi Kemerdekaan Hidup; Membangun Paradigma Baru, Dengan Mengalir Dalam Dedikasi.


Rekonstruksi Kemerdekaan Hidup;
Membangun Paradigma Baru, Dengan Mengalir Dalam Dedikasi.
By: A. Bahrul Ulum

Hakikat dari sebuah proses belajar adalah ketika kita dapat mempelajari diri kita sendiri, dengan cara mengelola budhi, menundukkan akal, dan menjernihkan jiwa. karena dengan kemerdekaan diri kitalah kita dapat melakukan segala bentuk prilaku yang kita inginkan, mengimajinasikan suatu cita yang kita cintai, dan melindungi segenap harta yang kita miliki. Dan semua kegiatan tersebut, secara praktis dapat kita kerjakan dikarenakan adanya diri kita sendiri. (A. B. U)
Malam itu, Sabtu, 04 Oktober 2014 seorang hamba sedang bertafakkur dibawah atap langit hitam yang tampak berkilau oleh sinar bintang yang berkelip, diselimuti oleh dinginnya malam yang menyelam sampai pada tulang belulang, kemudian yang tak terlewatkan adalah adanya sebuah nyanyian berbagai macam serangga-serangga kecil yang salalu setia menemani, dan dibebani dengan adanya sebuah pertanyaan yang sangat memberatkan pikirannya, hamba tersebut mulai mempelajari mengenai apa itu kemerdekaan? Apakah keadaan kita yang saat ini, merupakan keadaan orang yang telah merdeka? Kita memang mengetahui sejarah kemerdekaan negeri ini, bagaimana proses perjuangan negeri ini untuk mencapai suatu kemerdekaan sangatlah tak ternilai jerih payahnya dan bunga dari perjuangan moyang kita di masa lalu telah tersemai dengan adanya proses proklamasi yang dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun, yang menjadi sebuah pertanyaan besar di dalam pikirannya, apakah dengan merdekanya negeri ini, juga berdampak pada merdekanya masyarakat di negeri ini???
Apakah kemerdekaan itu? Apakah ketika kita dapat hidup bebas sesuai dengan apa yang kita inginkan, kita dapat dikatakan telah merdeka? Apakah dengan bersikap semaunya sendiri, dapat membawa kita menuju kenikmatan suatu kemerdekaan? Sikap semaunya sendiri itu tidak sama dengan sikap tidak teratur. Sikap semaunya sendiri merupakan suatu sikap yang muncul dikarenakan adanya suatu dorongan naluriah yang disebabkan oleh alam kehidupan yang dimiliki oleh setiap individu, merupakan alam kehidupan yang memiliki budaya ketamakan perekonomian akut dan opresifitas kepada suatu pemerintahan. Namun, yang menjadi sebuah pertanyaan, benarkah dengan kita bersikap semaunya sendiri dapat membawa kita menuju sebuah kemerdekaan sejati? Yaitu kemerdekaan yang dapat dimiliki oleh setiap individu, dan kelompok. Kemerdekaan yang egaliter. Bukan kemerdekaan yang ada di dalam dunia ide saja, dan kemerdekaan yang menjadi trending topik omong kosong saja. Bagaimanakah kemerdekaan itu? Pernahkah kita berpikir tentang hal tersebut?
Menurut Socrates (470-399 SM), hakikat dari sebuah proses belajar adalah ketika manusia dapat mempelajari tentang dirinya sendiri.[1] Namun, mengapa yang menjadi objek belajar kita adalah diri kita sendiri? Dikarenakan, menurut JJ. Rousseau diri kita merupakan sebuah makhluk yang tercipta dengan tidak memiliki determinasi. Kita merupakan makhluk yang merdeka, dan ada  dua karakteristik yang membedakan antara diri kita dengan makhluk yang lainnya, yaitu:
1.    Kebebasan berkehendak, kita bukanlah makhluk yang didetermenasikan oleh insting. Kita dapat memilih, menolak, bergerak sesuai dengan kehendak bebas yang kita miliki.
2.    Kesempurnaan, kita merupakan makhluk yang secara gradual mampu mengembangkan dasar-dasar potensi kompetensi yang kita miliki, sehingga dengan melewati sebuah proses pembelajaran, kita dapat mengungguli setiap makhluk yang ada.[2]
Oleh sebab itu, dikarenakan kemerdekaan merupakan sebuah fitrah yang dimiliki oleh setiap manusia sejak mereka dilahirkan, maka kita seharusnya sebagai manusia dapat mempelajari makna kemerdekaan hidup, dan mencari pengetahuan terhadap bagaimana cara kita mencapainya.
Kemudian, dalam konteks yang lain, Plato (427-327 SM) berpendapat bahwa manusia hidup dengan memiliki dua komponen, yaitu komponen yang material dan non-material. Menurutnya, raga manusia merupakan sebuah entitas yang material sedangkan jiwa manusia merupakan sebuah entitas yang non-material. Kemudian, beliau memperinci penjelasannya dengan mengatakan bahwa jiwa manusia itu keberadaannya tersusun dari tiga komponen, yaitu:
1.    Ruh (yang condong mengarahkan manusia untuk berbuat kebaikan),
2.    Nafs (yang condong mengarahkan manusia untuk berbuat keburukan), dan
3.    Akal (yang dapat mengendalikan ruh dan nafsu).[3]
Namun, yang menjadi sebuah pertanyaan adalah akal yang bagaimanakah yang dapat mengendalikan antara gerak ruh dan nafs? Buktinya, banyak manusia yang hidup dengan mengumbar nafsunya padahal mereka berakal, contoh: para koruptor, para pelaku free sex, para pecandu narkoba, banyak realita mahasiswa yang saling menyontek dalam ujian, atau kuliah karena ingin mendapat ijazah dan kerja, atau mahasiswa memilih dosen yang dapat memberikan nilai baik dan lain-lainnya.
Dalam konteks tersebut, hamba berpendapat secara subjektif bahwasannya banyaknya manusia yang berbuat keburukan adalah dikarenakan kalahnya dirinya dalam peperangan yang bernama perang penundukkan akal. Antara siapa VS siapa peperangan tersebut? yaitu antara Iman VS Setan. Mengapa Setan diikut sertakan dalam hal ini? (Bukannya hamba mengikutsertakan Setan dikarenakan hamba ingin mengkambing hitamkan Setan dalam terjadinya carut marutnya peradaban manusia). Namun, Setan menurut hamba dengan mengutip pendapat dari Fazlur Rahman[4] adalah makhluk yang Impersonal. Setan lebih merupakan semacam energi negative atau kekuatan jahat, dan kekuatan tersebut dapat eksis di mana saja dan dalam objek apa saja. Sehingga apapun hal tersebut, jika hal tersebut dilekati oleh Setan maka akan berpotensi untuk cenderung menuju suatu negativitas.[5] Jadi, Manusia dapat menjadi Setan dan Jin pun juga dapat menjadi Setan.
Namun, menurut al-Khubuwy, Setan dalam bentuk manusia lebih berbahaya daripada Setan dalam bentuk Jin. Dikarenakan Setan dalam bentuk Jin hanya membisiki saja, namun, Setan dalam bentuk manusia terus saling berinteraksi dengan sesamanya untuk saling membantu dan merobohkan satu sama lain.[6] Jika memang seperti itu, bagaimana cara kita agar Iman kita dapat mengalahkan Setan di dalam perang tersebut? menurut Fazlur Rahman, jika manusia tidak menginginkan beraliansi kuat dengan Setan, maka yang harus dilakukan manusia adalah bersekutu dengan Allah SWT dengan cara mengerjakan budhi-budhi baik, dan terus mengembangkan sikap dan kecenderungan-kecenderungan menuju arah yang positiv.[7]
Kemudian, komponen apakah yang ada dalam jiwa manusia yang dapat membedakan antara budhi negative dan budhi positive? jawabnya adalah akal. Bagaimana cara akal dapat mengetahui dan membedakan antara hal yang baik dengan hal yang buruk? Jawabnya adalah dengan bantuan pengetahuan. Dan dikarenakan manusia merupakan makhluk yang sempurna menurut JJ. Rousseau, maka kita sebagai manusia pasti dapat memenangkan peperangan antara Iman VS Setan yang terjadi di dalam diri kita, jika kita mau untuk melakukannya. Jadi, kuncinya ada pada kemauan diri kita sendiri.
Kemudian, apa hubungannya antara budhi baik dengan kemerdekaan hidup? Budhi baik hanya akan dapat muncul jika manusia mendedikasikan dirinya kepada Allah SWT, lewat pengetahuan-pengetahuan yang harus kita cari dan amalkan, jadi, jangan mencari pengetahuan saja sehingga kita terjebak pada jaring-jaring kerumitan konseptual. Namun, Carilah pengetahuan kemudian langsung amalkan, atau bagi yang terlanjur kita amalkan namun belum kita ketahui pengetahuan tentang amal tersebut maka carilah pengetahuannya. dikarenakan ibarat amal adalah sebuah bangunan, maka pengetahuan adalah gerbang masuk menuju bangunan tersebut. dan jika manusia sudah mulai merubah budhinya menjadi budhi yang baik, maka jiwa manusia akan menjadi jiwa yang semakin membersih dan jika jiwa manusia telah semakin membersih maka yang akan terjadi adalah akan berkurangnya para koruptor, free sex, pecandu narkoba, mahasiswa nyontek dalam ujian, mahasiswa belajar karena ingin mendapat ijazah dan kerja, mahasiswa memilih dosen yang dapat memberikan nilai baik, dll. dikarenakan masalah-masalah tersebut muncul karena ketidak merdekaannya akal manusia karena mereka telah beraliansi dengan Setan.
Jadi, kemerdekaan bukanlah suatu masalah sistemik saja, namun kemerdekaan juga merupakan suatu masalah paradigmatik. Dalam bahasa sederhananya, pembahasan kemerdekaan bukanlah pembahasan terkait peraturan-peraturan hidup bernegara yang telah ada saja, namun pembahasan kemerdekaan adalah pembahasan mengenai bagaimana cara manusia itu memandang, berbuat dan bertujuan dalam menjalani kehidupannya.


JANGAN MENGKAMBING HITAMKAN MAKHLUK LAIN UNTUK MENUTUPI KESALAHAN KITA, KARENA JANGAN-JANGAN KARENA KEBERADAAN KITALAH YANG TELAH MENIMBULKAN KEKACAUAN DAN KERUSAKAN DI DUNIA INI, RENUNGKANLAH HAL TERSEBUT.












Malang, Minggu 05 oktober 2014


[1] Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Rosda Karya, 2012), hal. 7.
[2] Man Has No Determination; He Is Thr Free Animal. Tema tersebut terdapa pada buku Allan Bloom, JJ. Rousseau; Dalam History of Political Philosophy, hal. 564.
[3] Ibid., Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan,,, hal. 10.
[4] Fazlur Rahman merupakan tokoh pembaruan Islam di zaman modern, beliau lahir di Pakistan pada tahun 1919 M dan meninggal di Chicago USA pada tanggal 26 Juli 1988, beliau dibesarkan dalam sebuah keluarga yang sangat religius dan bermazhab hanafi, suatu mazhab Sunni yang lebih bercorak rasionalistis dibandingkan dengan tiga mazhab Sunni lainya.
[5] Fazlur Rahman, Tema-Tema Pokok al-Qur’an, 1996), hal. 185.
[6] Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakir al-Khubuwy, Durratun Nasihiin, hal. 215.
[7] Ibid.,Fazlur Rahman,,,,hal. 185.

0 komentar:

Posting Komentar