Baca Selengkapnya: Cara Membuat Marquee (Tulisan Berjalan) Pada Address Bar http://bisikan.com/cara-membuat-marquee-tulisan-berjalan-pada-address-bar#ixzz36o6dOwY5

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 23 Agustus 2015

KEISLAMAN PANCASILA



KEISLAMAN PANCASILA;
“Reinterpretasi Makna Pancasila Sebagai Ideologi Negara Dalam Perspektif Islam”
Oleh : A. Bahrul Ulum

Secara rasional manusia mungkin dapat mengerti suatu kebenaran, namun karena tidak benar-benar mempercayainya, mereka tidak akan bertindak sesuai dengan kebenaran tersebut. (Ayatollah Khomeini)
Oleh sebab itu, jika kalian ingin mengetahui teori dan metodologi revolusi, kalian harus ambil bagian dalam gerakan revolusi, karena pengetahuan sejati hanya akan diperoleh melalui pengalaman langsung. (Mao Tse Tung)
Selama beberapa tahun terakhir ini kita dapat mengamati adanya gerakan-gerakan baru dari beberapa organisasi Islam yang ada di Indonesia untuk menjadikan Islam sebagai ideologi Negara. Adanya pemikiran tersebut dikarenakan adanya asumsi bahwa selamanya konseptualisasi hukum yang digagas oleh manusia tidak akan pernah meraih kesuksesan dalam menyelesaikan seluruh problematika yang ada, karena tidak akan ada sesuatu yang tidak sempurna melahirkan sesuatu yang sempurna dan dikarenakan kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, maka semua landasan gerak manusia seharusnya dilandaskan pada hukum-hukum yang telah di tetapkan oleh Allah SWT. Oleh sebab itu, mereka menginginkan adanya sebuah revolusi sistematik dalam sistem kenegaraan Indonesia, yang mulanya Indonesia merupakan Negara yang berasas demokrasi dirubah menjadi Negara yang berasas teokrasi, dengan menjadikan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai dasar hukumnya, bukan undang-undang dasar 1945, Islam sebagai ideologi kenegaraannya dan kholifah sebagai pemimpin kedaulatannya di bawah payung Khilafah Islamiyyah.
Menurut Soehino, pada dasarnya konsep Negara teokrasi tersebut sudah ada sejak abad ke-3 M dan berkembang sampai abad ke-15 M.  Namun, pada masa selanjutnya mulailah adanya pergeseran asas kenegaraan dari asas teokrasi menuju asas demokrasi, dari asas ketuhanan menuju asas kerakyatan yang digunakan sebagai landasan legitimasi kekuasaan suatu Negara (Soehino, 2005: 150). Oleh sebab itu, pancasila dapat dikatakan sebagai suatu ideologi baru, dikarenakan lahirnya pancasila merupakan sebuah sintesa (penggabungan) dari berbagai asas yang ada, dikarenakan Indonesia merupakan sebuah Negara multikultural, oleh sebab itu, untuk melindungi kemultikulturalan tersebut Indonesia perlu merumuskan sebuah ideologi kenegaraan baru yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Inilah yang merupakan pembedaan antara Pancasila sebagai ideologi negara yang berwatak pluralistik, dari berbagai ideologi masyarakat yang berkembang di negeri ini, seperti Islam, nasionalisme, sosialisme, dan lain-lain (Gus Dur, 2011: 91). Kemudian, dengan adanya landasan ijtihad tersebut, apakah pancasila merupakan sebuah ideologi yang buruk?
Dewasa ini, beberapa golongan yang tergolong dalam organisasi Islam transnasional mengatakan bahwa pancasila merupakan sebuah ideologi Negara yang tidak Islami, benarkah demikian? Apa yang menjadi ukuran standar evaluasi dari adanya penilaian  tersebut? oleh sebab itu, mari kita mengkaji pancasila dalam perspektif al-Qur’an agar kita dapat menguji kebenaran dari penilaian tersebut.
1.    Ketuhanan yang maha esa
Dalam surat an-Nahl ayat 22 Allah SWT berfirman:
Artinya: Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, hati mereka mengingkari (keesaaan Allah), sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong.
Kemudian, dalam surat al-Baqarah ayat 163 Allah SWT berfirman:
Artinya: Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.[1]
Kemudian, dalam surat al-ikhlas ayat 01 Allah SWT berfirman:
Artinya: Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.[2]
2.    Kemanusiaan yang adil dan beradab
Dalam surat an-Nahl ayat 90 Allah SWT berfirman:
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
3.    Persatuan Indonesia
Dalam surat al-Imran ayat 103 Allah SWT berfirman:
Artinya: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
4.    Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Dalam surat Shad ayat 20 Allah SWT berfirman:
Artinya: Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan.[3]
Kemudian, dalam surat al-Imran ayat 159 Allah SWT berfirman:
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.[4] Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
5.    Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dalam surat al-Maidah ayat 8 Allah SWT berfirman:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Kemudian, dalam surat an-Nisa’ ayat 135 Allah SWT berfirman:
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia[5] kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.
Setelah mengkaji ke-5 sila tersebut dalam perspektif al-Qur’an, kita mengetahui bahwa seungguhnya setiap sila dari ke-5 sila tersebut tidak ada satupun yang tidak sesuai dengan nilai-nilai keislaman dan tidak ada satupun sila yang memiliki nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai al-Qur’an. Jadi, kita dapat menyimpulkan bahwasannya selama ini tuduhan terkait ketidak Islamiannya konsep pancasila merupakan sebuah tuduhan yang keliru.
Kemudian, Jamaluddin al-afghani, seorang tokoh pembaharu Islam pada abad ke-19 berpendapat bahwasanya bentuk pemerintahan yang menganut sistem demokrasi merupakan salah satu alternative bagi terwujudnya pemerintahan absolute dan otokratis yang selama ini diperaktikkan oleh sebagian pemerintah Islam (Nasution, 1975: 56).
Menurut beliau, sistem pemerintahan yang demokratis merupakan sebuah sistem yang menghendaki terbentuknya lembaga perwakilan rakyat dalam sebuah kepemerintahan. Lembaga inilah yang kemudian bertugas menyampaikan setiap aspirasi rakyat kepada pemerintah.
Sehingga, setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat sesuai dan tidak bertentangan dengan aspirasi rakyat. Dalam bahasa lain, lembaga ini menjadi control bagi pemerintah untuk menetapkan suatu kebijakan. Namun, seluruh warga Negara yang hidup dalam satu lingkungan pemerintahan juga harus tunduk kepada Undang-Undang Dasar. Dengan demikian, upaya pemerintahan yang absolut dapat teratasi dengan adanya lembaga perwakilan rakyat dan UUD tersebut (Pulungan, 1994: 287). Sehingga dengan kata lain, jamaluddin al-afghanipun sepakat dengan konsep pemerintahan Negara Republik Indonesia ini.
Jadi, secara ideologis tidak ada kekeliruan dalam konsep pembangunan Negara Indonesia dan kita sebagai masyarakat Indonesia seharusnya dapat menjaga keutuhan NKRI dengan berbagai metode dan strategi, diantaranya ialah kita seharusnya dapat menjadi manusia yang lebih kolektif dalam menerima informasi dan lebih bijak dalam menyikapi setiap perbedaan yang ada. Jangan mengArabisasikan Indonesia, namun mari bersama-sama mengislamisasikan Indosesia. Salam NKRI.


DAFTAR PUSTAKA
Gus Dur, Islamku, Islam Anda, Islam Kita (Jakarta: The Wahid Institute, 2011)
Soehino, Ilmu Negara (Yogyakarta: Liberty, 2005)
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975)
J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: Grafindo Persada, 1994)




[1] Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika turun ayat tersebut di atas (S. 2: 163), kaum musyrikin kaget dan bertanya-tanya. "Apakah benar Tuhan itu tunggal? Jika benar demikian, berikanlah kepada kami bukti-buktinya!" Maka turunlah ayat berikutnya (S. 2: 164) yang menegaskan adanya bukti-bukti keesaan Tuhan.
(Diriwayatkan oleh Sa'id bin Manshur di dalam Sunannya, al-Faryabi di dalam Tafsirnya, dan al-Baihaqi d idalam Kitab Syu'bul Iman yang bersumber dari Abidl-Dluha. As-Sayuthi berpendapat bahwa Hadits ini mu'dlal, tetapi ada syahid (penguatnya)).

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa setelah turun ayat ini (S. 2: 163) kepada Nabi SAW di Madinah, kafir Quraisy di Mekah bertanya. "Bagaimana Tuhan Yang Tunggal dapat mendengar manusia yang banyak?" Maka turunlah ayat berikutnya (S. 2: 164) yang menegaskan adanya bukti-bukti keesaan Tuhan.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Abu-Syaikh di dalam kitab al-'Izhmah yang bersumber dari 'Atha'.)
[2] Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum musyrikin meminta penjelasan tentang sifat-sifat Allah kepada Rasulullah saw. dengan berkata: "Jelaskan kepada kami sifat-sifat Tuhanmu." Ayat ini (S. 112:1-4) turun berkenaan dengan peristiwa itu sebagai tuntunan untuk menjawab permintaan kaum musyrikin.
(Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, al-Hakim dan Ibnu Khuzaimah dari Abi Aliyah yang bersumber dari Ubay bin Ka'ab. Diriwayatkan pula oleh at-Thabarani dan Ibnu jarir yang bersumber dari Jabir bin Abdillah dan dijadikan dalil bahwa surat ini Makkiyah.)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum Yahudi menghadap kepada Nabi saw. dan diantaranya Ka'bubnul 'asyraf dan Hay bin Akhtab. Mereka berkata: "Hai Muhammad, lukiskan sifat-sifat Tuhan yang mengutusmu." Ayat ini (S.112:1-4) turun berkenaan dengan peristiwa itu.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah dan Ibnu Mundzir yang bersumber dari Sa'id bin Jubair. Dengan riwayat ini Sa'id bin Jubair menegaskan bahwa surat ini Madaniyyah.)
[3] Yang dimaksud hikmah di sini ialah kenabian, kesempurnaan ilmu dan ketelitian amal perbuatan.
[4] Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.
[5] Maksudnya: orang yang tergugat atau yang terdakwa.

0 komentar:

Posting Komentar