BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rukun Islam berisikan sebuah kewajiban yang harus
dilaksanakan seluruh umat Islam, dimulai dari Syahadat, Shalat, Zakat, Puasa,
dan Haji. Kewajiban tersebut adalah kewajiban 'amaliah dan menjadi perioritas
setiap individu muslim untuk dapat mengamalkannya semaksimal mungkin, terlebih
berusaha untuk dapat menyempurnakannya dengan mengamalkan kelima-limanya.
Proses Ibadah tersebut mebutuhkan tata
cara pelaksanaan yang dapat menjadikan nilai Ibadah tersebut Syah ataupun tidak,
dan tata cara tersebut dijelaskan dalam ilmu fiqih, dan dalam mempelajari ilmu
fiqih, akan mendapatkan pengetahuan yang benar (tidak sembarangan), dalam
melaksanakan ibadah kita kepada Allah SWT. Serta
kita akan mengalami penambahan wawasan yang luas dalam beragama, karena ilmu
fiqih tersebut memiliki banyak sekali Imamnya beserta aliran masing-masing yang
timbul dari proses ijtihad para Imam tersebut.
Berikut kami
akan membahas tentang salah satu dari pembahasan dasar ilmu fiqih yaitu tentang
haji, yang akan kami jelaskan berdasarkan tata cara pelaksanaan dengan
prospektif pandangan 4 madzhab yaitu Imam Syafi'i, Imam Hambali, Imam Maliki,
Imam Hanafi.
B. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian haji dan umrah.
2. Untuk mengetahui Syarat, Rukun, Wajib, dan Sunnah haji dan Umrah.
3. Untuk mengetahui tata cara pelaksanaan haji dan umrah.
BAB II
HAJI DAN UMRAH
1. Pengertian Haji
Haji menurut etimologi
adalah menuju atau mengunjungi dan kata haji dari segi terminologi dalam
syari'at Islam bermakna mengunjungi ka'bah dan tanah suci, untuk beribadah yang
telah ditentukan syarat, rukun dan kewajiban-kewajibannya.[1]
2. Pengertian Umrah
Umrah
secara etimologi adalah ziarah dalam pengertian umum, sedankan secara
terminologi adalah berziarah ke Baitullah dalam pengertian khusus.[2]
3. Hubungan Umrah dengan Haji
Di dalam ibadah haji,
sebenarnya mengandung dua macam ibadah yang saling berhubungan yaitu:
a. Umrah : yang bisa dikatakan haji kecil.
b. Haji : yang bisa dikatakan haji besar.
Perintah haji dan umrah
telah difirmankan oleh Allah SWT sebagai berikut:
واتموا
الحج والعمرة لله
Artinya: “Dan
sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah SWT.” (Al-Baqarah: 196)
Untuk menunaikan ibadah
haji, dapat dikerjakan dengan berbagai tata cara sebagai berikut:
a. Haji tamattu' adalah
cara pelaksana'an haji yang mendahulukan umrah, sampai selesai. Kemudian pada
waktu haji besar (8 Dzulhijjah), barulah mengerjakan ibadah haji hingga
selesai.
Waktu umrah pada haji tamattu' adalah dimulai dari
bulan syawal sampai pada hari kedelapan pada bulan Dzulhijjah. Haji tamattu'
adalah tata cara haji yang mayoritas dipakai oleh kebanyakan jama'ah haji, dan
barangsiapa yang mengerjakan haji dengan menggunakan cara ini, maka wajib membayar
dam (denda).
b. Haji Qiran
adalah melaksankan haji dan umrah menjadi satu, dan dilaksanakan dalam sekali
jalan. Barang siapa yang mengerjakan haji Qiran ini juga wajib membayar
dam (denda).
c. Haji Ifrad adalah
melaksankan haji dengan cara mengerjakan haji saja yang didahulukan yaitu pada
waktu (Syawwal sampai 12/13 dzulhijjah). Sedangkan umrah, dijalankan
sebelum bulan syawwal, atau setelah selesai mengerjakan haji pada tahun
itu juga.
Waktu umrah bagi haji ifrad
ini adalah sepanjang tahun.[3]
Haji dengan cara Ifrad inilah yang terbaik dan barang siapa yang memakai
cara Ifrad ini, apabila masuk kedalam tanah haram (makkah), wajib ihram
haji dan thawaf, yang dinamakan Thawaf Qudum. Dan terus
berpakaian ihram, sampai tiba waktunya mengerjakan haji pada tangal 8-13 dzulhijjah.
Dan yang memkai cara ifrad ini maka akan terhindar dri
pembayaran dam (denda).
Berikut adalah hadist
tentang haji (tamattu', qiran, ifrad):
عن
عاءشة رضي الله عنها قالت : خرجنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم عام حجة الوداع
فمنا من اهل بعمرة ومنا من اهل بحج وعمرة فمنا من اهل بحج واهل رسول الله صلى الل
عليه وسلم با لحج فا ما من اهل بعمرة فحل عند قدومه واما من اهل بحج اوجمع بين
الحج والعمرة فلم يحلوا حتى كان يوم النحر (متفق عليه) ص
Artinya: Dari
'Aisyah r.a ia berkata: “Kami keluar bersama Rasulullah saw. Pada tahun haji
wada', di antara kami ada yang berihram buat 'umrah, ada yang berihram buat
haji dan 'umrah, ada yang berihram buat haji, dan rasulullah saw. Berihram buat
haji. Adapun yang berihram buat 'umrah,
maka ia bertahallul tatkala ia datang, adapun yang berihram buat haji atau
disatukan haji dan 'umrah, maka ia tidak boleh tahallul sehingga hari nahr”. (H.R
Bukhari dan Muslim)[4]
4. Syarat Wajib Haji
Orang-orang yang berkewajiban
menjalankan haji itu adalah orang-orang yang memenuhi syarat-syarat yang
tersebut dibawah ini:
a.
Islam
b.
Berakal
c.
Baligh
d.
Merdeka
e. Mampu
Secara sepakat para ulama'
mazhab menetapkan bahwa mampu itu merupakan syarat wajib haji, berdasarkan
firman Allah SWT, sebagai berikut:
ولله
على الناس حج البيت من استطاع اليه سبيلا
Artinya: “orang yang sanggup
mengadakan perjalanan kepadanya”.(Q.S Ali 'Imran 97).
Tetapi para ulama'
mazhab berbeda pendapat tentang arti “mampu” tersebut. Berikut
penjelasannya:
Yang dikatakan mampu
adalah memiliki ongkos perjalanan (Raihilah) dan Zad (bekal)
adalah kebutuhan yang berupa harta untuk pergi, makan, minum, sewa tempat, dan
uang untuk mengurus paspor, dan sebagainya dari beberapa hal yang dibutuhkan
pada keadaan dan kondisi tersebut, dengan syarat semuanya itu melebihi
hutan-hutangnya, kebutuhan keluarganya, dan kebutuhan-kebutuhan yang mendesak
lainnya dari sumber mata pencahariannya. Bersama dengan itu juga ada jaminan
keamanan bagi dirinya, keluarganya, hartanya, maupun kehormatannya. Seluruh ulama' madzhab sepakat dengan katagori
mampu sebagaimana yan disampaikan di atas, kecuali imam maliki.
Menurut imam maliki:
Barang siapa yang mampu berjalan, maka dia wajib haji. Dengan cara dia
menjual apa saja yan dibutuhan untuk haji dari harta yang ia miliki dan tidak
terkecuali sampai barang berharga yang ia pakai sekalipun (Al-Fiqhu 'ala
Al-Madzahib Al-Arba'ah).[5]
5. Rukun Haji
Rukun haji ada enam
perkara:
a. Ihram : Berpakaian ihram dan niat ihram haji.
b Wukuf : Berdiam di padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah.
c.Thawaf : Thawaf haji, yang disebut Thawaf Ifadlaah.
d.Sa'i : Berjalan atau lari kecil antara bukit Shofa
dan Marwah.
e. Tahallul : Membuka ihram dengan cara menggunting rambut sedikitnya
3 helai.
f. Tertib : Berurutan.
Apabila ditinggalkan
salah satu dari rukun-rukun tersebut di atas, maka tidak sah hajinya, dan tidak
dapat diganti dengan dam. Dan tata cara mengerjakannya secara jelas akan
di jelaskan dalam bab selanjutnya.
6. Wajib Haji
Wajib haji adalah
kewajiban-kewajiban yang apabila ditinggalkan salah satu padanya, tidak
membatalkan haji, tetapi wajib membayar dam (denda).
Kewajiban haji ada lima:
a. Ihram harus dari
batas-batas tempat, dan waktu yang telah ditentukan. Batas-batas tempat dan
waktu itu dinamakan 'Miqaat' yang akan diterangkan dalam bab tersendiri.
b. Bermalam di Muzdalifah, yakni
sepulangnya dari Arafah ke Mina.
c. Bermalam di Mina selama 3 atau
2 malam, pada hari tasyriq.
d. Melontar Jumrah
'Aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah dan melontar Jumrah
ketiga-tiganya pada hari-hari tasyriq.
e. Meninggalkan
perkara-perkara yang diharamkan (terlarang), karena ihram.
Perkara-perkara itu akan diterangkan pada babnya.
7. Sunnah Haji
Sunnah haji itu banyak, di antaranya
sebagai berikut:
a.
Mandi untuk ihram.
b.
Shalat sunnah ihram 2 raka'at.
c.
Thawaf qudum, yaitu thawaf karena datang di tanah haram.
d.
Membaca tabliyah, sebagai berikut:
لاشريك
لك لبيك لبيك لبيك اللهم لبيك
والملك
لا شريك لك ان
الحمد والنعمة لك
Artinya:
“Aku menyambut panggilan Engkau ya Allah. Aku menyambut panggilan Engkau. Tidak
ada sekutu bagi Engkau. Aku menyambut panggilan Engkau. Sesungguhnya segala
puji dan segala nikmat bagi Engkau. Dan juga sekalian kerajaan. Tidaka da
sekutu bagi Engkau.”
e.
Bermalam di Mina tanggal 9 Dzulhijjah.
f.
Berkumpul di Arafah pada siang dan malam (bukan siang saja).
g.
Berhenti di Masy'ari-l-Haram pada hari Nahar (10 Dzulhijjah).
h. Berpakaian Ihram yang serba
putih.
8. Rukun dan Wajib Umrah
Rukun
umrah itu ada lima:
a.
Ihram dengan niatnya.
b.
Thawaf.
c.
Sa'i.
d.
Tahallul.
e.
Tertib.
Adapun
wajib umrah ada dua perkara:
a.
Ihram dari miqat.
b.
Meninggalkan hal-hal yang di haramkan karena ihram.
9. Hukum Umrah
Hanafi dan
Maliki: Umrah itu sunnah muakkad, bukan fardhu.
Syafi'i,
Hambali dan Mayoritas Imamiyah: Ia wajib (fardhu) bagi
orang yang mampu pulang perginya, berdasarkan firman Allah SWT, yang berbunyi:
واتموا
الحج والعمرة لله
Artinya: “Hendaklah
kamu menyempurnakan haji dan umrah karena Allah. . .” (Q.S Al-Baqarah: 196).
Dan hukumnya menjadi sunnah
bagi orang yang tidak mampu. (Fiqhus Sunnah, jilid V, Al-Fiqhu 'ala
Al-Arba'ah, Al-Jawahir, dan Al-Mughni).[6]
IHRAM
Ihram : Permulaan memasuki pekerjaan haji atau
umrah, sebagaimana takbir dalam permulaan shalat. Ihram itu ada yang untuk haji
saja, atau untuk umrah saja. Atau untuk kedua-duanya. Ihram itu wajib
dikerjakan dari batas-batas tempat dan waktu, yang dinamakan Miqaat.
Batas-batas atau
Miqaat itu ada dua:
1.
Batas
waktu yang disebut Miqaat Zamani.
Batas waktu untuk ihram haji, yaitu
mulai bulan Syawwal sampai tanggal 10 Dzulhijjah. Kalau
menjalankan ihram haji di luar bulan-bulan itu, maka ihram nya
menjadi ihram umrah.
Adapun untuk ihram umrah, tidak
ada batas-batas waktunya, haji hanya dapat dikerjakan sekali setahun, sedang
umrah dapat dikerjakan beberapa kali setahun.
2. Batas tempat yang disebut Miqaat
Makani.
Batas tempat ihram ini,
tergantung kepada tempat orang-orang yang hendak berihram.
Bagi orang-orang yang bertempat tinggal
di Tanah Haram (Makkah), untuk berumrah harus lebih dahulu keluar dari tanah
haram ke tanah halal.
Tanah halal yang biasa
dipergunakan untuk berumrah, ialah Ji'ranah, Tan'iem dan Hudaibiyah.
Untuk ihram haji bagi yang bertempat tinggal di Makkah yang akan berangkat ke
Arafah, berihram mulai dari rumahnya sendiri.
Adapun bagi orang-orang yang datang dari
luar Tanah Haram, ada lima tempat, yang telah ditentukan sebagai batas
untuk wajib ihram.
a. Dzu-l-hulaifah, yang sekarang
disebut Bir-Ali. Inilah Miqaat (batas) bagi orang-orang yang
datang dari jurusan Madinah.
b. Juhfar, dekat Rabigh
sekarang. Inilah Miqaat orang-orang yang datang dari jurusan Mesir,
Syam, Maghribi.
c. Qarnin (Qarni-l-Manazil),
inilah Miqaat bagi orang-orang yang datang dari Najed.
d.
Dzatu-'Irqin, bagi orang-orang yang datang dari Iraq.
e. Yalamlam, bagi orang-orang
yang datang dari jurusan Yaman, India, dan termasuk Indonesia, dan yang
sejurusan dengan itu.
Barangsiapa melalui Miqaat nya,
dan tidak atau belum menjalankan ihram, maka wajib kembali ke Miqaat
atau tempat yang sejajar dengan itu, kemudian ihram. Kalau tidak dapat
maka wajib baginya membayar dam (denda).
Bagi orang-orang yang mendahulukan
berziarah ke Madinah, kemudian menuju ke Makkah, maka mulai ihramnya dari Dzulhulaifah
(Bir-Ali), yakni mengambil Miqaat orang-orang yang datang dari
Madinah.
Dengan
demikian tidak wajib membayar dam.
3. Cara mengerjakan
Adapun cara melaksanakan ihram
dengan niatnya adalah sebagai berikut:
a. Lebih dahulu membersihkan badan,
dengan memotong kuku, mandi dan berwudlu.
b.
Berpakaian ihram.
Bagi laki-laki:
Dengan dua helai kain putih yang tidak
berjahit menyarung. Yang sehelai dipakai seperti kain panjang menutup aurat,
antara lutut dan pusat sedang yang sehelai lagi untuk diperselendangkan atau
selimut penutup badan.
Bagi
perempuan:
Tetap
seperti biasa, hanya muka, dan tapak tangan, supaya tetap terbuka.
Keterangan:
Yang dimaksud dengan pakaian, yang
berjahit menyarung, ialah yang dijahit ujung dengan ujungnya, sehingga merupakan lingkaran yang menyarung;
seperti kain sarung, sarung tangan, lengan baju dan sebagainya.
c.
Shalat sunnah ihram dua raka'at.
d.
Selesai shalat berangkatlah (menuju Makkah atau Arafah).
Ketika berangkat dan telah tiba pada
tempat (miqat) berniatlah. Niat untuk apa kita ihram ini:
a)
Jika kita hendak berumrah saja, berniatlah dengan berdo'a sebagai
berikut:
لبيك
عمرة
Artinya:
“Ya Allah, aku menyambut panggilan Engkau berumrah.”
Atau:
اللهم انى نويت العمرة والحج واحرمت
بهما لله تعا لى
Artinya:
“ Ya Allah, sengaja saya berniat untuk umrah, dan ihram untuk umrah,
karena Allah semata.”
b) Jika ihram untuk umrah dan
haji sekali jalan, maka berniatlah dengan berdo'a sebagai berikut:
لبيك
عمرة و حجا
Artinya:
“Ya Allah, aku menyambut panggilan Engkau untuk umrah dan haji.”
Atau:
اللهم انى نويت العمرة واحرمت بها لله تعا لى
Artinya:
“Ya Allah, sengaja saya berniat untuk umrah dan haji, dan berihram untuk
kedua-duanya karena Allah semata.”
c) Jika ihram untuk haji saja, tidak
dihubungkan dengan umrah, dan umrahnya telah atau akan dikerjakan pada waktu
lain, maka berniatlah dengan berdo'a sebagai berikut:
لبيك
و حجا
Artinya: “Ya Allah, aku menyambt
panggilan engkau, untuk haji.”
Atau:
اللهم انى نويت والحج واحرمت به لله
تعا لى
Artinya: “Ya Allah sengaja saya
berniat untuk haji, dan berihram untuk haji, karena Allah semata.”
e). Mulai dari itu, telah masuklah dalam
ihram, dan terlarang mengerjakan larangan-larangannya.
4.
Larangan dalam Ihram
Setelah kita mengenakan niat ihram,
maka terlarang hal-hal yang tersebut di bawah ini:
a. Bagi laki-laki memakai pakaian yang
dijahit menyarung. Bagi wanita, diperbolehkan memakai pakaian biasa, hanya muka
dan tangannya yang tidak boleh ditutup.
b. Bagi laki-laki menutup kepala, dan
bagi wanita menutup muka dan telapak tangan.
c. Memakai harum-haruman pada pakaian
maupun tubuh.
d. Memotong kuku.
e. Memotong, menggunting, atau menghilangkan
rambut.
f. Memburu binatang yang halal dimakan.
g. Menebang pohon-pohon tanah haram.
h. Nikah atau menikahkan.
i. Bersentuh-sentuhan dengan syahwat.
j. Bersetubuh.
Apabila larangan-larangan itu terlangar,
maka wajiblah membayar dam (denda). Yang ketentuannya akan di terangkan
dalam bab denda. Sedangkan yang melanggar larangan bersetubuh, selain wajib
membayar dam yang berat, juga batal (tidak sah) hajinya karenanya.
THAWAF
Thawaf
asal artinya : mengelilingi
(mengedari)
Secara terminologi : Suatu ibadah yang khusus di dalam Masjidil
Haram, sekitar Ka'bah, yang telah ditentuka syarat dan rukunnya.
1.
Macam-mcam
Thawaf
Thawaf
dibedakan menjadi dua yaitu thawaf
wajib dan thawaf sunnah,
dan
semuanya ada lima macam:
a.
Thawaf umrah, yakni thawaf yang menjadi salah satu rukun
umrah.
b. Thawaf haji, atau disebut Thawaf
Ifadah, yaitu thawaf yang menjadi salah satu rukun haji, dan dikerjakan
sesudah melontar jumrah 'Aqabah.
c. Thawaf Qudum,
yaitu thawaf bagi orang-orang yang baru datang ke makkah,
d. Thawaf Wada', yaitu tawaf
selamat tinggal bagi orang yang hendak meningglkan Makkah.
e. Thawaf sunnah, yaitu
yang sunnah dikerjakan setiap waktu sebanyak-banyaknya. Di dalam atau di luar ihram.
Maka bagi jama'ah haji yang datang dari
tempat yang jauh, hendaknya mengambil kesempatan beribdah thawaf
sebanyak-banyaknya.
2.
Syarat-syarat
Thawaf
Syarat sahnya thawaf itu ada 8:
a. Menutup 'aurat,
b. Suci dari hadast besar dan
kecil,
c. Ketika thawaf, ka'bah
ada di sebelah kirinya,
d. Dimulai dari Hajar Aswad, yang
terletak pada salah satu sudut Ka'bah yang empat, dan di akhiri di Hajar
Aswad pula,
e. Thawaf sebanyak tujuh kali,
f. Pelaksanaannya di dalam Masjidil
Haram,
g. Niat, dan
h. di laksanakan tanpa riya'
keduniawian.
3.
Cara
mengerjakan Thawaf
Setelah suci dari hadast besar dan
kecil, dan setelah berpakaian menutup 'aurat, maka:
a.
Pergilah kita ke hadapan Hajar Aswad.
b. Berniat dari dalam hati, thawaf apa
yang mau kita kerjakan itu. Thawaf umrakah? Thawaf hajikah?, Thawaf
Qudumkah?, dll.
c.
Bacalah Basmallah.
بسم الله و الله اكبر
d. Kemudian bersalaman atau mencium Hajar
Aswad, kalau tidak dapat karena banyak orang, cukuplah dengan isyarat
tangan saja, kemudian tangan itu kita cium, dan selanjutnya kita baca sebagai
berikut:
اللهم ايما نا بك و تصد يقا بكتابك
ووقاء بعهدك واتباعا لسنة نبيك محمد صلى الله عليه و سلم
Artinya:
“Ya Allah, aku kerjakan ini, karena iman kepada engkau, dan karena
membenrkan kitab engkau, dan karena menyempurnakan janji dengan engkau, dan
karen menurut sunnah nabi engkau Muhammad SAW.”
e. Teruslah mengelilingi Ka'bah,
sedangkan Ka'bah senantiasa ada di sebelah kiri kita.
f. Selama Thawaf, hendaklah
memperbanyak membaca do'a yang telah kita hafal. Baik juga membaca secara terus menerus dan
berulang-ulang do'a sebagai berikut:
سبحان
الله و الحمد لله و لا اله الا الله و الله اكبر ولا حول ولا قوة الا با لله العلى
العظيم ربنا اتنا فى الدنيا حسنة وفى الا خرة حسنة وقنا عذاب النار
Artinya:
“Maha suci Allah, segla puji bagi Allah, tidak ada tuhan melainkan Allah,
Allah maha besar, tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecualidari Allah yang
maha luhur dan maha Agung. Ya Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan di
akhirat, and peliharalah kami dari siksa api neraka.”
g. Ketika sampai disudut Ka'bah
yang bernama rukun Yamani, sunat pula bersalaman atau dengan isyarat,
tetapi tidak disunatkan mencium, kemudian membaca:
ربنا
اتنا فى الدنيا حسنة وفى الا خرة حسنة وقنا عذاب النار
h.
Setelah
sampai di tempat serentang dengan Hajar Aswad selesailah sekali putaran
atau Thawaf. Kemudian teruskanlah sebagaimana permulaan tadi, yakni
dengan mencium atau bersalaman atau dengan isyarat ke Hajar Aswad,
membaca Bismilahi Allahu Akbar, dan seterusnya.
I.
Demikian sampai 7 kali.
j. Setelah selesai 7 kali, menciumlah
lagi Hajar Aswad, kemudian pergi ke Multazam, di samping Hajar Aswad,
(antara Hajar Aswad dan pintu Ka'bah). Berdo'alah disitu dengan
memohon kebaikan-kebaikn yang kita kehendaki. Karena di situlah Maqam Ijabah
(tempat maqbul).
k. Kemudian pergilah ke Makam Ibrahim
yang tidak jauh dari tempat itu, (di dalam masjid), atau ke dalm Hijir
Ismail, yaitu tempat disamping Ka'bah, yang telah diberi batas.
l.
Shalatlah kita di situ 2 raka'at yang dinamakan sholat sunnah Thawaf.
Lebih utama raka'at yang pertama memakai surat Al-Kafirun, sedangkan
raka'at yang kedua membaca surat Al-Ikhlas. Berdoalah di situ dengan
memohon kebaikan-kebaikan apa saja yang kita maksudkan. Sampai di sini,
selesailah pekerjaan Thawaf.
4.
Minum
air zam-zam
Di dalam Masjidil Haram itu,
ada sumur yang bersejarah, bernama sumur zam-zam. Setelah thawaf,
disunnahkan minum air zam-zam itu, dengan do'a sebagai berikut:
اللهم انى اسالك علما نا فعا ورزقا
واسعا وشفاء من كل داء وسقم
Artinya:
“Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada engkau ilmu yang bermanfaat, rizki
yang luas, serta sembh dari segala penyakit.”
SA'I DAN TAHALLUL
1.
Sa'i
Sa'i:
Lari-lari kecil, pulang pergi antara dua bukit kecil yang bernama Shafa
dan Marwa.
Sa'i
adalah salah satu rukun haji atau umrah, syarat-syarat sa'i ada 4:
a. Dimulai dari shafa
dan di akhiri di marwah.
b. Sa'i itu
tujuh kali, (dari shafa ke marwah dihitung satu kali dan dari marwah ke
safa di hitung satu kali).
c. Sa'i
dilakukan sesudah thawaf.
d. Sa'i di lakukan di
tempat sa'i (mas'a).
Tata cara menjalankan sa'i dengan sunnahnya adalah
sebagai berikut:
Ulama' mazhab sepakat bahwa wajib mengerjakan Sa'i
antara Shafa dan Marwah. Tetapi mereka berbeda pendapat yentang menganggapnya
sebagai rukun.
Imamiyah, syafi'i, dan Maliki: Merupakan
rukun.
Abu Hanifah: Wajib tapi bukan rukun.
Ulama mazhab sepakat
bahwa bilangan (jumlah) Sa'i itu sebanyak tujuh kali. Seorang yang Sa'i
harus memulai dari Shafa dan mengakhiri di Marwah. Cara
terperincinya seperti berikut:
Setelah selesai menjalankan thawaf, keluarlah kita dari
Masjidil Haram melalui pintu yang dinamakan Babus Shafa. Kemudian
menuju ke shafa (ke sebelah kanan), dan terus naik ke shafa. Di
sini kita mulai melaksanakan:
a. Niat Sa'i.
Tetapkan dalam hati, Untuk sa'i hajikah atau untuk sa'i umrakah.
b. Berdiri menghadap
dan melihat ka'bah kemudian membaca takbir sebagai berikut:
الله اكبر الله
اكبر الله اكبر لااله الاالله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء
قدير لا اله الا الله وحده صدق وعده ونصر عبده وهزم الاحزاب وحده
c. Setelah itu
berdo'alah memohon kebaikan-kebaikan apa saja yang kita kehendaki, dan boleh
dengan bahasa kita sendiri.
d. Berjalan di jalan tempat sa'yi itu (mas'a)
menuju Marwah sambil membaca do'a-do'a sebagai berikut:
رب
اغفر وارحم انّك انت الا عز الاكرم ربنا اتنا في الدنيا حسنة وفي الاحرة حسنة وقنا
عذاب النّار
Artinya:
“Ya Tuhanku,
ampunilah aku, kasihinilah, sesungguhnya engkaulah yang maha mulia dan maha
pemurah.”
“Ya Tuhan kami, berilah
kami di dunia kebaikan dan di akhirat kebaikan dan peliharalah kami dari siksa
api neraka.”
e. Setelah sampai di
suatu tempat yang ditandai dengan tonggak hijau, berlarilah atau berjalanlah
lebih cepat, khususnya bagi laki-laki yang kuat. Lari tersebut hanya sampai
tonggak hijau yang kedua. Dan sesudah itu berjalan seperti biasa.
f. Setelah sampai di
Marwah, Naiklah ke atas tangga Marwa yang tertinggi. Kemudian menghadap ka'bah
dan membaca do'a sebagaimana ketika di atas shafa. (Takbir dan Do'a)
g. Kemudian kembali
menuju Shafa. Ketika menuju shafa, antara dua tonggak hijau juga berlari kecil
lagi, seperti ketika menuju Marwah.
h. Demikian seterusnya
sampai 7 kali, dengan demikian dengan otomatis maka sa'yi akan berakhir di
Marwah.
i. Dapat diteruskan
dengan tahallul jika telah sempurna sa'yinya.
2.
tahallul
Tahallul : Membuka atau keluar
Tahallul dalam haji adalah suatu cara
untuk menyudahi shalat.
Caranya:
Sesudah selesai menjalankan sa'yi, maka
bercukurlah atau memotong rambut, sekurang-kurangnya 3 helai. Dengan demikian,
telah terbukalah ihram kita. Bagi yang masih berpakaian ihram, mulai dari waktu
itu sudah dapat dibuka, dan memakai pakaian biasa, dan tidak ada lagi
larangan-larngan sebagaimana ketika melaksanakan Ihram.
WUKUF,
BERMALAM, MELONTAR DAN TAHALLUL AWAAL
1. Wukuf
Wukuf di Arafah adalah salah satu rukun
haji yang terpenting. Wukuf artinya berhenti atau berdiam diri. Wukuf, wajibnya
mulai waktu dhuhur tanggal 9 Dzulhijjah sampai waktu fajar tanggal 10 Dzulhijjah.
Lamanya boleh hanya sebentar, tetapi lebih lama lebih baik dan sebaiknya sampai
maghrib.
Cara
mengerjakannya:
Setelah Ihram dari Makkah atau dari
miqat lain, kemudian menuju Arafah. Kalau dapat, malamnya
(tanggal 8/9 Dzulhijjah) sunnah bermalam di Mina. Kemudian
paginya menuju Arafah. Lebih utamya sholat dhuhur dahulu di Masjid
Namirah yang terletak di Arafah. Kemudian pergi ke kemah. Setelah tiba
waktu dhuhur, maka itulah saat berwukuf. Berdo'alah pada waktu itu sebanyak-banyaknya,
berdo'alah dengan khidmat, dan curahkanlah perasaan beribadah kepada Allah,
mintalah ampun dari segala kelalaian dan kekhilafan dari segala dosa yang besar
atau kecil. Inilah kesempatan yang amat sangat penting dan hanya sebentar.
Mungkin tidak sempat mengulang lagi. Dan perbanyaklah do'a :
ربنا اتنا في
الدنيا حسنة وفي الاحرة حسنة وقنا عذاب النّار
Sesudah wukuf
(pada waktu ashar atau sesudah maghrib), bersiaplah berangkat ke Muzdalifah.
Cara
pelaksanaan Wukuf menurut 4 madzhab:
1. Madzhab Syafi'i,
menerangkan bahwa waktu pelaksanaan wukuf yaitu dari tergelincirnya matahari
tanggal 9 Dzulhijjah sampai fajar di hari raya kurban.
2. Madzhab Hanafi,
menerangkan bahwa hadir di Arafah tepat pada waktunya, yaitu setelah
tergelincirnya matahari pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai fajar di hari
raya kurban.
3. Madzhab Hambali,
menerangkan bahwa ia hadir di Arafah itu pada waktu yang diangap menurut aturan
syara' yaitu dari fajar tanggal 9 Dzulhijjah sampai fajar hari kesepuluh
yaitu hari raya kurban.
4. Madzhab Maliki,
menerangkan bahwa waktu pelaksanaan wukuf yaitu sejak terbenam matahari tanggal
9 Dzulhijjah sampai terbit fajar di hari kurban.[7]
B.
Bermalam di Muzdlifah
Bermalam di Muzdalifah meskipun hanya sebentar, adalah wajib
haji. Waktunya ialah setelah lepas tengah malam, 10 Dzulhijjah (9/10).
Selama dalam perjalanan dari Arafah ke Muzdalifah, tetap sunnah
menyerukan talbiyah dan takbir. Selama di Muzdalifah, itupun kesempatan
untuk mencari batu-batu kecil, guna melontar jumrah nanti di Mina
sebanyak 49 butir atau 70 butir. Dan lebih baik menyediakan lebih banyak
daripada itu.
Terlaksananya:
Setelah lewat tengah malam, kita berada di Muzdalifah,
telah sah arti bermalam di Muzdalifah. Maka sesudah itu, berkemas, terus
menuju ke Mina untuk melontar jumrah.
C.
Melontar Jumrah 'Aqabah
Setelah sampai di Mina jika belum shalat Shubuh di Muzdalifah,
shalatlah subuh. Setelah matahari terbit, maka pergilah kita ke tempat Jumrah
'Aqabah dan boleh juga waktu melontar itu maju asal sesudah fajar. Melontar
jumrah 'Aqabah itu salah satu wajib haji.
Caranya:
a. pergilah mendekati jumrah 'Aqabah.
b. Melontar dengan tangan kanan.
c. Dipengang dengan jari telunjuk dan
ibu jari.
d.Tiap-tiap butir harus
kena pada jumrahnya (yang sekarang tempatnya telah di atur untuk mempermudah)
e. Tiap-tiap melontar
sebutir disertai baca'an.
Setelah itu, sembelihlah kurban yang mau berkurban, atau
membayar denda jika memiliki kewajiban.
D.
Tahallul Awal
Setelah
selesai melontar Jumrah 'Aqabah bertahallullah kita denan bercukur atau
memotong rambut sedikitnya tiga helai. Sampai disini, sampailah kita pada Tahallul
Awwal yang artinya: telah boleh berpakaian biasa, dan tiada
larangan-larangan Ihram kecuali bersetubuh.
MENYELESAIKAN
RUKUN DAN WAJIB HAJI
Pada tanggal 10 Dzulhijjah,
setelah selesai melontar Jumrah Aqabah, sudah dapat meneruskan
menyelesaikan rukun haji, yakni dengan terus kembali ke Makkah guna Thawaf
Ifadlah atau yang disebut Thawaf Haji. Dan seterusnya Sa’i,
juga Sa’i haji itu. Boleh (sah) juga Thawaf Ifadlah dan Sa’yi
haji itu dijalankan pada hari-hari sesudah tanggal 10 itu, dan sesudah
menyelesaikan kewajiban-kewajiban di Mina.
Cara Thawaf Ifadlah dan Sa’i
telah dijelaskan pada bab yang awal. Hanya niat dalam
hati yang harus
ditetapkan untuk haji. Setelah selesai Sa’i berarti telah selesai rukun
haji. Dan telah halal semua yang terlarang karena Ihram.
Dan
inilah yang dinamakan Tahallul Tsani atau Tahallul Akbar, hanya
tinggal lagi menyelesaikan wajib haji di Mina.
1. Bermalam di Mina
Salah
satu wajib haji ialah bermalam di Mina pada tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah.
Maka dari itu, bagi yang pergi ke Makkah pada hari 10 Dzulhijjah
untuk Thawaf Ifadlah dan Sa’i harus segera kembali ke Mina
pada hari itu juga. Dan harus ada di Mina pada malam harinya itu.
Sedikitnya
2 malam, yakni malam 10/11 dan 11/12 Dzulhijjah. Semuanya itulah malam
hari-hari tasyrik pertama, kedua dan ketiga. Apabila tergesa-gesa hendak
lekas kembali ke Makkah, boleh hanya 2 malam saja, maka pada hari 12 Dzulhijjah
sesudah melontar Jumrah boleh kembali ke Makkah.
Apabila
sampai maghrib tanggal 12/13 masih ada di Mina, berarti sudah masuk
bermalam 3 malam, dan keesokan harinya wajib melontar jumrah lagi.
2. Melontar Jumrah
Salah satu rukun haji pula yaitu melontar jumrah ke 1 (kecil atau sughra),
jumrah ke II ( sedang atau wustho), dan jumrah ke III (jumrah aqabah).
Kewajiban melontar itu, pada tiap-tiap
hari Tasyrik, sesudah tiba waktu dhuhur. Apabila hanya 2 malam di Mina,
maka melontar Jumrah hanya 2 hari, dan apabila 3 malam di Mina
maka melontar Jumrah 3 hari. Tiap-tiap hari pada tiap-tiap Jumrah
melontar 7 kali dengan batu yang di ambil tidak dari tempat melontar. Sebaiknya
batu-batu itu di cuci dulu agar suci bersih.
Caranya:
Pada hari ke 11 Dzulhijjah (ketika
berada di Mina) sesudah tiba waktu dhuhur, pergilah kita ke tempat Jumrah
itu (di Mina). Dimulai
lebih dahulu dari Jumrah pertama, setelah dekat dengan tempat itu,
tangan kita memegang batu-batu kecil yang banyak sedangkan tangan kanan
mengambil dan melontar satu persatu kepada Jumrah tersebut. Pada
tiap-tiap melontar membaca:
بسم الله والله اكبر
Artinya: “Dengan nama
Allah dan Allah maha besar.”
Setelah
melontar 7 kali, bersyukurlah kita dan berdo’a. Kemudian menuju Jumrah
kedua. Terus melontar pula sebagaimana pada Jumrah pertama. Setelah
selesai 7 kali pula, bersyukurlah dan berdo’a kemudian pindah ke Jumrah
Aqabah. Pada Jumrah Aqabah demikian juga 7 kali melontar. Dan
setelah selesai segera kembali ke pondokan.
3. Kembali ke Makkah
Setelah
selesai melontar Jumrah dan bermalam di Mina, selesailah sudah semua
wajib-wajib haji. Kemudian kembali ke Makkah. Bagi yang belum Thawaf
haji (Thawaf Ifadlah) dan belum Sa’i haji, dapatlah terus
menjalankan Thawaf dan Sa’i itu setelah kembali ke Makkah.
Apabila
Thawaf dan Sa’i untuk haji telah dijalankan sebelumnya (pada hari
ke 10 Dzulhijjah), maka kembalinya dari Mina tadi, berarti
selesailah sudah segala rukun dan kewajiban dalam beribadah haji.
4. Thawaf Wada’
Setelah
selesai menunaikan ibadah haji, sebagaimana yang telah tersebut diatas,
kemudian akan pulang ke negeri masing-masing maka haruslah terlebih dahulu Thawaf.
Thawaf
yang demikian itu dinamakan Thawaf Wada’, yang berarti sebagai pamitan,
perpisahan dan selamat tinggal.
Adapun
cara pelaksanaannya sama denga Thawaf yang sudah disebutkan diatas,
hanya saja niatnya yang ditentukan untuk Thawaf Wada’. Dalam Thawaf
Wada’ ini, sunnah pula berdo’a semoga bisa melaksanakan haji kembali, serta
Thawaf di Masjidil Haram lagi pada masa-masa yang akan datang.
DAM ATAU DENDA
Di
dalam menunaikan ibadah Haji dan Umrah ada dam atau denda yang biasa disebut fidyah
(tebusan), atau kifaarat (penghapus atau penutup), atau hadyu (pemberian).
Dam atau denda itu wajib
dibayarkan karena beberapa sebab. Dan itupun bertingkat-tingkat dan
macam-macam. Ada yang wajib dibayarkan di Tanah Haram dan ada yang boleh
dibayarkan di luar Tanah Haram.
1. Macam-macam dam (denda)
Jelasnya, segala macam dam atau denda itu dapat dibagi
sebagai berikut:
A.
Menyembelih seekor kambing
yang sah untuk qurban guna disedekahkan kepada fakir miskin. Kalau tidak
dapat boleh diganti dengan puasa 10 hari (3 hari dikerjakan pada waktu haji,
dan 7 hari boleh dikerjakan di kampungnya setelah pulang).
Denda ini wajib bagi barang
siapa yang mengerjakan salah satu dari hal-hal yang tersebut dibawah ini:
B.
Mengerjakan haji secara Tamatu’.
C.
Mengerjakan haji secara Qiran.
D.
Mulai ihram tidak
dari miqat.
E.
Tidak bermalam di
Muzdalifah.
F.
Tidak bermalam di Mina.
G.
Tidak melontar Jumrah.
3, 4, 5, dan 6 adalah
wajib-wajib haji.
b. menyembelih kambing untuk disedekahkan atau puasa 3 hari atau
memberi makan sebanyak 3 sha’ (kira-kira 7 Kg) kepada 6 orang miskin.
Dam atau denda ini, wajib
bagi barang siapa yang mengerjakan salah satu dari pada hal-hal yang tersebut
dibawah ini, di dalam Ihram:
H.
Memakai pakaian yang berjahit menyarung bagi
laki-laki.
I.
Memotong kuku.
J.
Bercukur atau memotong rambut atau bulu badan.
K.
Memakai minyak harum pada badan atau pakaian.
L.
Bersentuh dengan perempuan dengan syahwat.
M.
Bersetubuh sesudah Tahallul Awwal.
Menyembelih seekor unta,
kalau tidak mungkin, maka wajib menyembelih seekor sapi, kalau tidak mungkin
maka dapat diganti dengan menyembelih 7 ekor kambing, kalau tidak dapat maka
seekor unta itu ditaksir harganya, dan sebanyak harganya itu dibelikan makanan
kemudian disedekahkan kepada fakir miskin.
Kalau juga tidak sanggup
atau tidak mungkin, maka wajiblah diganti dengan puasa. Untuk tiap-tiap 1 mud
(kira-kira 600 Gr) makanan dari harga unta itu dengan berpuasa 1 hari.
Denda yang sedemikian itu
dijatuhkan kepada orang yang melakukan persetubuhan sebelum Tahallul Awwal.
Disamping itu hajinya pun menjadi
batal, meskipun batal wajib meneruskan Ihramnya sampai selesai.
Barangsiapa yang membunuh
binatang buruan di Tanah Haram, maka wajiblah membayar dam sebagai berikut:
a. Menyembelih binatang yang serupa atau berhampiran
rupa dengan binatang yang terbunuh.
b. Kalau yang (a) itu tidak mungkin, wajiblah
bersedekah makanan sebanyak harga binatang yang terbunuh itu. Kalau itu tidak
mungkin pula boleh diganti dengan puasa dengan perhitungan tiap 1 mud sebanyak
kira-kira 600 Gr selama 1 hari.
Barangsiapa yang memotong
kayu-kayuan di Tanah Haram, maka dikenakan denda atau dam sebagai
berikut:
a. Bagi kayu yang besar, dendanya seekor unta atau
sapi.
b. Bagi kayu yang kecil, dendanya seekor kambing. (pendapat
besar kecilnya kayu itu menurut pendapat umum di negeri itu).
Bagi barangsiapa yang
terhalang di jalan sehingga tidak dapat meneruskan pekerjaan haji atau umrah
maka bolehlah tahallul dengan menyembelihbseekor kambing di tempat ia terhalang
itu, kemudian bercukur atau memotong rambut dengan niat Tahallul.
2. Tempat membayar denda
a. Denda yang berupa menyembelih binatang dan memberi makan
maka dibayarkan di Tanah Haram.
b. Denda yang berupa puasa dibayarkan dimana saja kecuali yang
telah ditentukan harus dilakukan di waktu haji.
c. Denda yang berupa menyembelih binatang karena terhalang
dibayarkan di tempat ia terhalang.
Cara melaksanakan biasanya dapat melalui Syaikh haji atau
melalui panitia yang sengaja didirikan untuk itu.
Jadi para jama’ah dapat dicukupkan dengan
berhubungan dengan pelaksana itu. Mereka dapat menyembelih (kambing, sapi dan
sebagainya), mereka yang menyembelih dan terus menyedekahkan.
IKHTISAR CARA UMRAH DAN
HAJI
(dengan cara Tamattu')
1. Mulai Ihram
dengan niat Ihram umrah dari miqaat (Yalamlam jedah atau
Bir-Ali) menuju Makkah.
2. Sepanjang jalan membaca Talbiah.
3. Sampai di Makkah,
setelah menyelesaikan urusan barang-barang di pondokan, kemudian berwudlu terus
menuju Masjidil Haram.
4. Masuk pintu Babussalam
dengan membaca:
اللهمّ
انت السّلام و منك السّلام تباركت ربّنا ياذا الجلال والاكرام
Artinya: “Ya Allah, engkau yang
Maha Sejahtera, dan daripada Mu-lah segala kesejahteraan. Yang Mulia Engkau Ya
Allah Dzat yang mempunyai kemegahan dan kemuliaan.”
5. Shalat tahiyyatul masjid.
6. Terus thawaf sampai
selesai.
7. Terus Sa'i dan Tahallul.
Sampai di sini
selesailah umrah, tinggal lagi menanti waktu ihram untuk haji
(mulai 8 Dzulhijjah). Pada tanggal 8 Dzulhijjah, mulailah
menjalankan Haji-Besar sebagai berikut:
1. Pada tanggal 8 Dzulhijjah,
atau pada malam harinya, mulai ihram dari Makkah dengan niat ihram
haji.
2.
Menuju Arafah, dengan membaca Talbiah.
3.
Tanggal 9 di Arafah sesudah tiba waktu Dhuhur, Wukuf.
4.
Sore (sesudah wukuf) menuju Muzdalifah (bacaan takbir).
5.
Di Muzdalifah mencari batu-batu guna melontar Jumrah.
6. Sesudah tengah malam
(setelah sah bermalam di Muzdalifah), boleh terus ke Mina.
7. Di Mina
setelah meletakkan barang-barang di pondokkan dan setelah fajar, dapat terus
melontar Jumrah 'Aqabah.
8.
Tahallul Awwal.
9. Membayar dam (denda),
atau berkurban (menyembelih kambing dan sebagainya).
Jika ingin meneruskan
ke Makkah pada hari itu juga, dapat di teruskan sebagai berikut:
10. Menuju Makkah,
dan setelah berwudlu terus thawaf ifadlah, kemudian diteruskan Sa'i
dan Tahallul Tsani.
11.
Sorenya kembali ke Mina untuk bermalam (11 Dzulhijjah).
12.
Keesokan harinya, setelah dzuhur, melontar jumrah ketiga-tiganya.
13.
Malamnya bermalam lagi satu malam (12 Dzulhijjah).
14. Keesokan harinya,
setelah dzuhur, melontar jumrah lagi, dan sesudah itu boleh meninggalkan Mina,
kembali ke Makkah atau bermalam lagi satu malam (13 Dzulhijjah),
dan melontar jumrah lagi, kemudian kembali ke Makkah.
Kalau nomor 10, (Thawaf Ifadlah
dan Sa'i nya) belum dijalankan, maka wajib dijalankan sekembali dari Mina
ini. Sampai di sini selesailah segala rukun dan kewajiban haji.
15. Ketika akan pulang
ke kampung/tanah air, kita jalankan Thawaf Wada' (Thawaf perpisahan).
HIKMAH
IBADAH HAJI
Ibadah
haji yang diwajibkan kepada umat islam mengandung hikmah yang tinggi sekali,
antara lain:
1.
Menanamkan pribadi takwa dan disiplin serta dekat kepada Allah SWT.[8]
2. Mengetahui dan
menambah keyakinan dari bukti-bukti geografis yang telah di lihatnya, bahwa
sesungguhnya sejarah Nabi muhammad SAW, Nabi Ibrahim, Nabi Isma'il, benar
adanya.
3. Mempererat
persaudaran, menambah suatu perkenalan, dan persatuan dari seluruh umat islam.
4.
Menanamkan sifat Ikhlas dan Sabar.
5. Menambah semangat
untuk mencari nafkah yang halal dan terhormat sebagai wujud cinta dan rindunya
kepada Allah SWT.
6.Menambah pengetahuan
keagamaannya, terutama di bidang sejarah perkembangan Islam.[9]
7. Memiliki pengalaman
rohani setiap individu yang bersifat partikuler yang dapat membawa hikmah besar
dalam proses kelanjutan hidup setiap umat Islam setelah berhaji.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Haji
adalah poin terakhir dari rukun islam yang lima, dengan melaksanakan haji, maka
sempurnalah kewajiban kita untuk mengamalkan rukun islam tersebut. Dalam
melaksanakan haji, sebenarnya tudak sesulit dari apa yang kita bayangkan,
karena Allah SWT selalu memberikan suatu perintah berdasarkan kapasitas
kemampuan seluruh makhluknya.
Dengan
melaksanakan haji akan begitu banyak hikmah yang akan kita dapatkan, ada yang
mudah diketahui dan ada yang tidak mudah diketahui, kecuali bagi orang-orang
yang telah tinggi pikirannya dan bersih hatinya. Semakin tinggi perealisasian
pemikiran seseorang dalam setiap apa yang dia lakukan dan semakin bersih
hatinya, maka semakin tinggi hikmah yang dapat ia pahami dari setiap ibadah
yang dia jalankan.
Maka
dari itu tidaklah dilazimkan harus mengetahui segala hikmah dari setiap apa
yang kita lakukan, dan adanya hikmah itu cukup sebagai penguat iman kita saja.
Maka dari itu kita harus menyakini bahwa setiap apa yang diperintahkan oleh
Allah SWT, memiliki hikmah-hikmah yang terselubung didalamnya yang belum kita
ketahui, sehingga dalam mengamalkan ibadah-ibadah syar'iyah, janganlah ketika
kita telah merasakan mendapatkan hikmah dari ibadah tersebut kita akhirnya enggan
melaksanakannya, tapi kita harus berusaha untuk tetap melaksanakannya, terutama
ibadah wajib dan personal, beserta hukum-hukumnya yang telah ditetapkan dalam
pengamalannya.
[1] Imam Zarkasyi, Fiqih II, (Ponorogo:
Trimurti Press, 1995), h. 29.
[2] Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima
Madzhab, (Jakarta: Lentera, 2011), h. 217.
[4] Achmad Usman, Hadits Ahkam, (Surabaya:
Al-Ikhlas, 1996), h. 135.
[7] Drs. H. M. Zuhri, Terjemah
Fiqih Empat Madzhab, (Semarang: CV Asy-Syifa, 1994), h. 585-588.
[8] Amin Syukur, Pengantar Studi Islam,
(Semarang: Pustaka Nun, 2010), h. 118.